Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Berita Rahasia dari Darmo Gandul (Karya Afrizal Malna)

Puisi “Berita Rahasia dari Darmo Gandul” karya Afrizal Malna menyajikan potongan-potongan imaji yang tidak linear, seolah membentuk montase ...
Berita Rahasia dari Darmo Gandul

Ia mengatakan 100 tahun, aku ingin jadi manusia baik ia mengatakan. Dan aku menyimpan lidahku di dahan pohon randu di halaman belakang rumahku aku mengatakan. Ia mengatakan 100 tahun, aku ingin jadi manusia yang indah ia mengatakan. Dan aku menyimpan mataku dalam sebuah lampu neon di halaman belakang rumahku aku mengatakan. Ia mengatakan 100 tahun, aku ingin jadi manusia yang mengucapkan selamat datang kepada setiap yang datang ia mengatakan. Dan aku menyimpan kakiku dalam sebuah batu tempat hantu-hantu mengenang manusia.

Aku ingin jadi manusia yang mengatakan semoga kamu selamat kepada setiap orang yang ditemui ia mengatakan 100 tahun. Dan aku menyimpan tanganku di sebuah sungai tempat ikan-ikan dan pasir mengenang manusia. Kini tubuhku tanpa mata lidah kaki tangan aku simpan dalam hujan di halaman belakang rumahku. Aku berbisik pada ginjal dan paru-paruku aku berbisik pada jantung dan ususku aku berbisik ... kaulah hujan dari sebuah senja yang belum pernah diciptakan.

Kini kau bawa senja itu sebuah telinga dari keheningan paling bening. Telinga yang terbuat dari rumah yang telah dihancurkan dari tanah yang mengeras angin yang tidak bisa lagi berhembus. Daun-daun membuat pohon dari awan. Aku memasuki berita rahasia untuk melupakan diri sendiri. Dan besok–mari–aku telah menjadi dia yang melupakan bahasa.

Sumber: Kompas (13 Juni 2010)

Analisis Puisi:

Puisi “Berita Rahasia dari Darmo Gandul” karya Afrizal Malna merupakan karya yang sarat dengan eksperimen bahasa, simbol, dan citra benda. Seperti ciri khas Afrizal, puisi ini menyajikan potongan-potongan imaji yang tidak linear, seolah membentuk montase pengalaman, memori, dan renungan eksistensial. Di dalamnya, pembaca diajak masuk ke dalam dunia penuh benda sehari-hari yang diberi makna filosofis dan spiritual.

Tema

Tema puisi ini adalah pencarian eksistensi manusia dan upaya meraih kebaikan serta keindahan hidup melalui renungan simbolik. Puisi ini menekankan kerinduan menjadi manusia yang lebih baik, lebih indah, dan lebih ramah terhadap kehidupan, meskipun untuk itu harus melewati pelepasan bagian-bagian tubuh dan identitas diri.

Puisi ini bercerita tentang seorang aku lirik yang ingin menjadi manusia baik dan indah dalam rentang waktu seratus tahun. Keinginan itu diwujudkan melalui simbol-simbol puitis berupa penyimpanan organ tubuh di berbagai tempat:
  • Lidah disimpan di dahan pohon randu.
  • Mata disimpan di lampu neon.
  • Kaki disimpan di batu tempat hantu mengenang manusia.
  • Tangan disimpan di sungai bersama ikan dan pasir.
Tindakan ini bukanlah kehilangan, melainkan metafora pelepasan keterikatan diri. Tubuh yang tanpa anggota itu kemudian dititipkan pada hujan, sementara aku lirik berbisik pada organ-organ dalamnya tentang hakikat hidup.

Puisi kemudian berlanjut pada citra senja, telinga dari keheningan, rumah yang dihancurkan, tanah yang mengeras, hingga pohon dari awan. Semua rangkaian imaji itu menghadirkan suatu perjalanan batin menuju kelupaan diri dan bahasa, seolah menandai tahap transendensi.

Makna Tersirat

Makna yang tersirat dalam puisi ini antara lain:
  1. Pencarian jati diri manusia—aku lirik menginginkan kehidupan yang baik, indah, dan ramah, sebagai bentuk ideal eksistensi manusia.
  2. Pelepasan ego dan keterikatan duniawi—menyimpan organ tubuh ke berbagai benda merupakan simbol penyerahan diri, meninggalkan keterikatan jasmani menuju kesadaran yang lebih dalam.
  3. Keheningan dan transendensi—akhir puisi menunjukkan bahwa untuk mencapai kebijaksanaan, manusia perlu melupakan diri sendiri, bahkan melupakan bahasa, yang selama ini menjadi alat dominasi.
  4. Kerapuhan dan kehancuran dunia—citra rumah yang dihancurkan, tanah mengeras, dan angin yang tak lagi berhembus menunjukkan kondisi dunia yang rapuh, sehingga manusia harus mencari makna baru di luar kerangka lama.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang dibangun dalam puisi ini adalah misterius, kontemplatif, dan eksistensial. Ada nuansa asing sekaligus magis ketika organ tubuh disimpan di luar tubuh, dan ada kesan hening dan sendu ketika hujan, senja, dan keheningan disebut sebagai medium transformasi.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual, auditory, dan simbolik:
  1. Visual: “aku menyimpan mataku dalam sebuah lampu neon” → menghadirkan gambaran terang-benderang yang tak wajar.
  2. Visual-simbolik: “tubuhku tanpa mata lidah kaki tangan aku simpan dalam hujan” → citra tubuh tercerai-berai namun larut dalam kesadaran alam.
  3. Auditory: “aku berbisik pada ginjal dan paru-paruku” → suara intim dalam tubuh sendiri.
  4. Simbolik: “telinga dari keheningan paling bening” → metafora mendengarkan bukan dari suara, melainkan dari hening.
Imaji-imaji tersebut memperkuat gaya Afrizal Malna yang cenderung mengandalkan benda-benda konkret untuk menghadirkan makna abstrak.

Majas

Beberapa majas menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: organ tubuh disimpan di berbagai tempat sebagai lambang pelepasan diri dari keterikatan jasmani.
  • Personifikasi: “ikan-ikan dan pasir mengenang manusia” → benda mati diberi sifat manusia.
  • Repetisi: frasa “ia mengatakan 100 tahun, aku ingin jadi manusia…” diulang untuk menekankan kerinduan akan perubahan.
  • Hiperbola: gambaran tubuh tanpa organ disimpan dalam hujan → dilebih-lebihkan untuk menekankan pelepasan total.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah pentingnya melewati perjalanan batin untuk menjadi manusia yang lebih baik, indah, dan ramah terhadap kehidupan. Untuk mencapai itu, manusia harus berani melepas ego, keterikatan duniawi, bahkan bahasa yang membelenggu. Dengan cara itu, manusia bisa menyatu dengan alam, hening, dan pengalaman spiritual yang lebih tinggi.

Puisi “Berita Rahasia dari Darmo Gandul” karya Afrizal Malna menghadirkan montase simbolis tentang pencarian manusia akan kebaikan, keindahan, dan makna hidup. Dengan gaya khas Afrizal yang penuh potongan benda dan citra sehari-hari, puisi ini menjadi refleksi mendalam bahwa untuk mencapai kebijaksanaan, manusia perlu melepas diri, memasuki keheningan, dan melupakan bahasa yang selama ini mendefinisikan hidup.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Berita Rahasia dari Darmo Gandul
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.