Sumber: Refrein di Sudut Dam (2003)
Analisis Puisi:
Puisi "Di Atas Angkasa" karya D. Zawawi Imron adalah sebuah karya yang menyelidiki tema ketidakpastian, keberanian, dan spiritualitas dalam konteks penerbangan dan pengalaman di angkasa. Dengan bahasa yang penuh metafora dan imajinasi, puisi ini menciptakan gambaran mendalam tentang perjalanan yang tidak hanya fisik tetapi juga spiritual.
Tema dan Makna
- Ketidakpastian dan Keberanian: Puisi ini dimulai dengan pertanyaan retoris, "Siapa yang perkasa di sini?" dan melanjutkan dengan refleksi tentang batasan laut dan langit yang tidak jelas. Ini menandakan ketidakpastian dan keterbatasan manusia dalam menghadapi kekuasaan dan ciptaan Tuhan. Pernyataan teman bernama Agus, yang mengatakan Tuhan "menggantung nasib kita pada sebutir sekrup," menggambarkan perasaan ketidakberdayaan dan ketergantungan pada kekuatan yang lebih besar.
- Transformasi dan Keterhubungan Spiritual: Setelah pintu pesawat ditutup, "tak mungkin turun balik," dan penumpang menjadi "doa di hati setiap sekrup," menandakan transformasi dari manusia menjadi entitas spiritual yang terhubung dengan seluruh perjalanan. Dalam konteks ini, pesawat menjadi simbol perjalanan spiritual dan ketergantungan pada nasib yang lebih tinggi.
- Pengalaman di Angkasa dan Spiritualitas: "Terbang di atas Persia yang subuh seperti memeluk kitab tasawuf" menggambarkan pengalaman terbang di angkasa sebagai bentuk pencarian spiritual. Puisi ini menunjukkan bahwa meskipun ada risiko (seperti pesawat yang bisa jatuh), "pintu sorga belum terkatup," menandakan harapan dan keyakinan bahwa perjalanan ini memiliki makna lebih dalam, bahkan jika menghadapi kematian.
- Kontras dan Ironi: Puisi ini menyoroti kontras antara keindahan dunia dan kesederhanaan pengalaman manusia melalui elemen-elemen seperti senyum pramugari yang "tak mampu mencerminkan kedalaman laut, E, sorry, kedalaman Maut." Ironi ini menggambarkan bahwa kebahagiaan superficial (seperti senyum pramugari) tidak dapat dibandingkan dengan kedalaman pengalaman spiritual atau maut.
Gaya Bahasa dan Teknik Puitis
- Metafora dan Imaji: Zawawi menggunakan metafora yang kuat, seperti "menggantung nasib kita pada sebutir sekrup" dan "memeluk kitab tasawuf," untuk menggambarkan pengalaman dan perasaan yang mendalam. Metafora ini membantu menciptakan gambaran visual dan emosional yang mendalam tentang perjalanan dan spiritualitas.
- Kontras dan Irama: Puisi ini menggunakan kontras antara berbagai elemen, seperti antara kedalaman maut dan senyum pramugari, untuk menekankan ironi dan kedalaman pengalaman. Irama yang disusun dalam puisi ini memperkuat efek dramatis dan reflektif dari tema yang dibahas.
- Dialog dan Narasi: Penyisipan dialog, seperti sapaan "Selamat pagi, Afganistan!" dan jawaban sekrup, memberikan sentuhan humanis dan kontekstual pada puisi. Ini membantu menghubungkan pembaca dengan pengalaman nyata dalam konteks perjalanan spiritual dan fisik.
Puisi "Di Atas Angkasa" karya D. Zawawi Imron adalah eksplorasi mendalam tentang ketidakpastian, keberanian, dan spiritualitas yang muncul dari pengalaman penerbangan. Dengan penggunaan metafora yang kuat dan kontras yang tajam, puisi ini menciptakan gambaran yang mendalam tentang perjalanan yang melampaui batas fisik untuk menjelajahi dimensi spiritual dan eksistensial. Melalui teknik puitisnya, Zawawi mengundang pembaca untuk merenungkan pengalaman manusia dalam menghadapi ketidakpastian dan mencari makna dalam perjalanan hidup yang lebih luas.
Puisi: Di Atas Angkasa
Karya: D. Zawawi Imron
Biodata D. Zawawi Imron:
- D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.