Analisis Puisi:
Puisi "Tangis Bumi Rindu Ruwatan" karya Diah Hadaning menggambarkan suatu keadaan di mana Bumi merasa terluka dan rindu akan pemulihan atau perbaikan yang disebut "ruwatan".
Personifikasi Bumi dan Angkasa: Penyair menggunakan personifikasi untuk menggambarkan Bumi sebagai seorang ibu dan Angkasa sebagai seorang bapak. Ini memberikan dimensi manusiawi pada elemen alam, memperkuat konsep ikatan keluarga dan peran Bumi sebagai ibu bagi semua kehidupan.
Perasaan Tangis dan Rindu: Judul puisi, "Tangis Bumi Rindu Ruwatan", mencerminkan perasaan sedih dan kerinduan Bumi. Bumi merasa terluka oleh tindakan manusia yang durhaka dan merindukan proses penyembuhan atau "ruwatan" untuk menyembuhkan luka-lukanya.
Durhaka Manusia terhadap Alam: Puisi ini menyoroti tema durhaka manusia terhadap alam. Manusia digambarkan sebagai makhluk yang melupakan perannya sebagai penjaga alam dan malah merusaknya. Konsekuensinya adalah luka yang dialami oleh Bumi dan ketidakberdayaan Angkasa dalam menghadapinya.
Ruwatan sebagai Prosedur Pemulihan: Ruwatan adalah prosedur dalam tradisi Jawa yang melibatkan upacara atau ritual penyembuhan. Dalam konteks puisi ini, ruwatan merupakan metafora untuk proses penyembuhan dan pemulihan Bumi dari luka-lukanya yang disebabkan oleh tindakan manusia.
Doa dan Harapan: Penyair menekankan pentingnya doa dan harapan dalam menghadapi kesulitan. Air jernih dan bunga putih dari nurani melambangkan kemurnian dan kesucian dalam doa-doa yang dihaturkan untuk penyembuhan Bumi.
Puisi "Tangis Bumi Rindu Ruwatan" menggambarkan perasaan sedih dan rindu Bumi akan pemulihan dari luka-lukanya yang disebabkan oleh tindakan manusia. Dengan menggunakan personifikasi, metafora, dan gambaran alam yang kuat, penyair menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga dan menghormati alam serta kekuatan doa dan harapan dalam menghadapi kesulitan.
Puisi: Tangis Bumi Rindu Ruwatan
Karya: Diah Hadaning