Puisi: Kusaksikan Manusia (Karya Ajip Rosidi)

Puisi "Kusaksikan Manusia" menawarkan gambaran yang kritis tentang sifat manusia dan bagaimana konflik dan kekerasan sering kali muncul dari ...
Kusaksikan Manusia

Kusaksikan manusia dendam-mendendam
Kudengar denyut ketakutan mengejar siang dan malam
Kuyakinkan mereka akan kebaikan manusia
Tapi kusaksikan pula kesetiaan pun dikhianati.

Kukatakan: Ini tanah kita, orang lain tak usah campur!
Tapi kulihat mereka mengangkat senjata, lalu menggempur:
Berikan segala tanah, semua punya kami!
Yang menang pun mengibarkan panji-panji.

1957

Sumber: Surat Cinta Enday Rasidin (1960)

Analisis Puisi:

Puisi "Kusaksikan Manusia" karya Ajip Rosidi menggarisbawahi dilema mendalam tentang sifat manusia dan konflik sosial yang terus berlanjut. Dengan pendekatan yang kuat dan langsung, puisi ini mengeksplorasi tema seperti dendam, ketakutan, kesetiaan, dan kekacauan yang disebabkan oleh konflik dan peperangan. Ajip Rosidi menggunakan simbolisme dan penggambaran yang tajam untuk menyampaikan pesan-pesan kritis tentang kondisi manusia.

Dendam dan Ketakutan

"Kusaksikan manusia dendam-mendendam / Kudengar denyut ketakutan mengejar siang dan malam"

Pada bagian awal puisi, Rosidi menyoroti bagaimana dendam dan ketakutan menjadi bagian integral dari pengalaman manusia. Dendam yang berkepanjangan dan ketakutan yang tidak pernah mereda menciptakan atmosfer ketegangan yang terus-menerus. Melalui penggunaan frasa seperti "dendam-mendendam" dan "denyut ketakutan," puisi ini menggambarkan betapa mendalamnya perasaan-perasaan negatif ini mempengaruhi kehidupan manusia, menghalangi tercapainya kedamaian dan harmoni.

Kebaikan dan Pengkhianatan

"Kuyakinkan mereka akan kebaikan manusia / Tapi kusaksikan pula kesetiaan pun dikhianati."

Di bagian ini, puisi menunjukkan usaha untuk meyakinkan orang tentang kebaikan manusia, namun pada kenyataannya, kesetiaan sering kali dikhianati. Ini menekankan paradoks besar dalam sifat manusia, di mana niat baik sering kali terganggu oleh tindakan pengkhianatan dan ketidaksetiaan. Ini menggambarkan kesulitan dalam mencapai ideal kemanusiaan dan kebaikan di tengah konflik internal dan eksternal.

Konflik dan Nasionalisme

"Kukatakan: Ini tanah kita, orang lain tak usah campur! / Tapi kulihat mereka mengangkat senjata, lalu menggempur: / Berikan segala tanah, semua punya kami! / Yang menang pun mengibarkan panji-panji."

Bagian terakhir puisi berfokus pada konflik territorial dan nasionalisme yang sering kali memicu peperangan. Seruan untuk mempertahankan tanah dan menolak campur tangan orang lain menjadi alasan untuk konflik yang lebih besar. Penggunaan frasa seperti "mengangkat senjata" dan "menggempur" menunjukkan intensitas kekerasan yang terjadi, sedangkan "mengibarkan panji-panji" mencerminkan kebanggaan dan kemenangan yang sering kali diperoleh melalui kekerasan dan penaklukan.

Interpretasi

Puisi "Kusaksikan Manusia" menawarkan gambaran yang kritis tentang sifat manusia dan bagaimana konflik dan kekerasan sering kali muncul dari perasaan dendam, ketakutan, dan nasionalisme. Dengan penggambaran yang kuat dan penggunaan simbolisme yang tajam, Ajip Rosidi menyampaikan pesan bahwa meskipun ada usaha untuk meyakinkan manusia akan kebaikan dan kemanusiaan, realitas sering kali dipenuhi dengan pengkhianatan, konflik, dan kekerasan.

Puisi ini juga mencerminkan ketegangan antara idealisme dan kenyataan. Meskipun ada keinginan untuk mencapai kedamaian dan kebaikan, sering kali tindakan manusia dipengaruhi oleh perasaan negatif dan konflik yang mengarah pada ketidakstabilan dan peperangan.

Rosidi menggunakan puisi ini untuk menyoroti paradoks dan kesulitan dalam pencapaian harmoni dan kebaikan manusia di tengah kekacauan dan konflik. Dengan pendekatan yang tajam dan langsung, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi manusia dan bagaimana kita dapat mengatasi ketidaksetiaan, dendam, dan kekerasan untuk mencapai kedamaian dan pengertian yang lebih baik.

Puisi Ajip Rosidi
Puisi: Kusaksikan Manusia
Karya: Ajip Rosidi

Biodata Ajip Rosidi:
  • Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
  • Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
  • Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.