Puisi: American Corruption Watch (Karya Taufiq Ismail)
Puisi "American Corruption Watch" tidak hanya mengkritik satu bangsa, melainkan juga memperlihatkan kesalahan dan kelemahan dari kedua belah pihak, ..
American Corruption Watch
Si Toni mendarat musim panas 1998 di pelabuhan Manhattan
Bersama delegasi berdiri di tepi kapal di pagar haluan
Masuk perairan New York disambut lambaian Patung Kemerdekaan
Pelabuhan kecintaan penyair kenamaan Walt Whitman
Sembilan burung camar di permukaan laut berlayangan
Udara panas bergetar lembab cuaca berkilauan
Pencakar langit berbaris tinggi rendah dari kiri ke kanan
Begitu mendarat mereka berangkat ke ibukota Di-Si di selatan
Delegasi America Corruption Watch bersemangat empat lima
Di ibukota bertanyalah Department of State lewat juru-bicara
“Mengapa ikut campur urusan kami bapak-bapak dari Indonesia
Apakah anda sudah jadi Siskamling Dunia?”
Menjawab si Toni ketua delegasi, dia orang masih sangat muda
“Itu betul bahkan kami juga Hansip Antarbangsa
Pos Komando RT Belahan Utara / RW Benua Amerika
Kegiatan ini adalah karena kami memang tak ada kerja
”
“Jadinya sibuk mengurus negeri lain 10.000 kilometer jauhnya
Di samping itu sebagai negara Indonesia telanjur adidaya
Kemana-mana mengajarkan Hak Asasi Manusia
Bagaimana bertata cara budi pekerti yang mulia.”
Juru-bicara kulit pucat itu merah mukanya:
“Janganlah bapak mengajari kami akhlak utama
Bagi bangsa saya moralitas itu sangat luhur letaknya
Maaf, bukankah skandal di pendopo istana Jakarta
Akhirnya sesudah berdusta, kepala negara mengaku juga
Yang melibatkan Genduk Meniko tebal rambutnya?”
Menjawab si Toni II bergaya lumayan arogan:
“Di negeri saya moral syahwat tidak jadi persoalan
Kalau diisap cerutu kepala negara jadi kecanduan
Itu masalahnya sendiri secara kepribadian
“Terserah pula mau sistem borongan atau ketengan
Jangan diaduk-aduk soal moral dengan perpolitikan
Yang penting warga kami makmur tak ada pengangguran
Sedangkan di Amerika ini depresi moneter sudah 12 bulan
“Di layar TV kami lihat rakyat kalian antri roti berdesakan
Orang dilucuti kerja sampai berjumlah jutaan
Mahasiswa berdemo besar-besaran setiap akhir pekan
Begitulah akibat salah urus yang berkepanjangan.”
Mendengar ini juru-bicara Deparlu tiba-tiba merendah diri:
“Salah urus negara memang itu soal gawat kami
Tapi tolonglah dana bantuan pinjaman Ai-Em-Ef dicairkan dini
Jangan biarkan rakyat Amerika sengsara sangsai begini.”
Si Toni III, kedua tangan berkacak pinggang berkata:
“Soal Ai-Em-Ef soal Bank Dunia
Masalah kurangnya roti dan hilangnya lapangan kerja
Organisasi Ei-Si-Dabelyu kami tak ada tanggung jawabnya
“Dari jauh-jauh kami datang ke sika
Mau memantau langsung koruptifnya Amerika
Menghajar birokrasinya memutar telinga swastanya
Memang kerja kami mengorek-korek aib ini bangsa
“Untuk itu kami dengan LSM sini kerjasama
LSM kulit hitam dari Louisiana
LSM kulit merah dari North Dakota
LSM Chicano dari South California
Majalah Time,
SeCond dan Editor yang dicabut SIUPP-nya
Semua kami guyuri rupiah besar jumlahnya.”
Juru-bicara State Department mengeluarkan perkataan:
“Dos pundi, woalah kepriben to mas, cara anda menyikapi persoalan
Bahasa badan yang menyolok kok digunakan
Di sana sini, maaf, terasa berlebihan arogan
Begitu jauh mendalam hobi sampeyan campur tangan
“Mentang-mentang sudah 222 tahun merdeka
Dan kini Indonesia satu-satunya negara adidaya
Kami Amerika ‘kan merdeka baru 53 tahun saja
Ukuran kalian tak kena, kepada kami kalian paksa”
Si Toni IV bersemangat melakukan penyelaan:
“Hey bagaimana tidak kena? Dan ini bukan paksaan
Nilai-nilai ini universal, man Universal, man.”
Juru-bicara Deparlu Amerika, pernah bertugas di Tanah Sunda:
“Kiyeu kang, Indonesia teh, memang sejak 1776 sudah merdeka
Proklamasi Amerika, 'kan baru tahun 1945 saja
Tapi kalian menuntut ukuran HAM sederajat setara
Begitu juga tingkat korupsi disamakan pula
”
“Ini jauh, atuh, di luar garis keadilan namanya
Jadi kalau kalian gigih mau memeriksa kami juga
Ya jajarkan Amerika 1998 dengan Indonesia 1829 saja
Ketika keduanya sama-sama 53 tahun merdeka
Baru parameternya kena dan setara.”
***
Sementara itu suhu panas akan sangat jauh bepergian
Dan musim gugur bersiap-siap merontokkan dedaunan
Membagi warna cokelat, merah dan kuning ke hutan-hutan
Serangga menggerik dan unggas bersiul bersahutan
Cuaca berkaca di termometer pelahan menurunkan angka
Lihat penyair rambut perak Robert Frost di rimba berkereta kuda
Malam beribu juta serpih putih turun ke bumi tanpa suara
Begitu banyak jawab tersedia tapi kenapa yang kucari tanya
***
Delegasi America Corruption Watch dengan semangat empat lima
Sibuk mengurus negeri lain 10.000 kilometer jauhnya
Mengemasi pakaian dalam, mencucikan dan menjemur semua
Saban sebentar memberi wawancara di media massa
Setelah tentang parameter kedua pihak saling setuju
Bertukar dokumen lah Deparlu dan Ei-Si-Dabelyu
Dihitung-hitung jumlah halamannya dua ribu
Dan diangkut dengan dua van berwarna biru
Masing-masing lalu mempelajari dengan teliti
Perangai generasi revolusi kedua negeri ini
Kemerdekaannya satu deklarasi satu proklamasi
Presidennya pernah sama-sama politisi
Pernah pula satu anggota ABRA yang satu anggota ABRI
Yang fenomenal 32 tahun, woalah ngger, kok lama sekali
Keduanya membangun lancar diminyaki Komisi
Keduanya mengkampiunkan diri demokrasi
Keduanya menindas bangsa sendiri
Ladang pembantaian susah dihitung di kedua negeri
Kulit merah ditenggaki alkohol dan dikelabui
Keduanya sama land grabbing, satunya slavery
Sayup-sayup di telinga John Brown digantung berani menyanyi
Si Toni I, Toni II, Toni III dan Toni IV termenung bersama
Orang State Department termangu-mangu juga
Sesudah mempelajari bahan demikian banyaknya
Kearifan bertumpuk-tumpuk di atas meja kerja
Tiba-tiba juru-bicara Deparlu bergurindam dua baris saja
“Kok sabana sayang sabana cinta
Uruih lah kampuang awak barasiahkan palanta.”
Dan delegasi Ei-Si-Dabelyu mendengar jadi terpana
Karena makna gurindam Minang samar-samar saja
Mereka minta diterjemahkan dengan segera
Sinar laser ditembakkan ke langit tiba-tiba
Di atas sungai Potomac berderet alfabet bercahaya
Kata demi kata hingga lengkap semua
TRUE PATRIOTISM HATES INJUSTICE IN ITS OWN LAND
MORE THAN ANYWHERE ELSE (so Clarence Darrow said)
Lalu delegasi empat Toni saling bertanya
“Klarens Dero, saha eta Jelema ti Tasik, meureun nya?”
***
Musim semi membebaskan cuaca dan kawanan insekta
Berlompatan dari dahan ke dahan unggas dengan seratus suara
Paru-paru dipenuhi aroma dan semua terasa jadi ringan
Kini kuisap angin dari Kanada di tepi danau Michigan
Puisi-puisi alit Emily Dickinson, kini lah saat tepat membacanya
Seumur nenek dari nenekku dia tapi bau tubuhnya betapa remaja
Teka-teki kehidupan perempuan Puritan, sampai sebagai bisikan
Selalu saja ini saat kasmaran menjelang musim panas Indian.
1998
Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998)
Catatan:Pakar hukum, orator dan pengacara terkemuka Amerika, Clarence Darrow (1857-1938), lahir di Ohio, meninggal di Chicago.Analisis Puisi:
Puisi "American Corruption Watch" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya satiris yang membongkar ironi politik global, khususnya peran negara adidaya seperti Amerika Serikat. Melalui narasi yang menggabungkan dialog, kritik tajam, dan humor, Taufiq Ismail menggambarkan ketegangan antara Amerika dan Indonesia, dengan membalikkan peran tradisional dan mempertanyakan moralitas negara-negara yang dianggap adidaya.
Kritik terhadap Kekuasaan dan Kemunafikan Global:
- Puisi ini dibuka dengan kedatangan delegasi "America Corruption Watch" dari Indonesia ke Amerika Serikat, sebuah parodi dari lembaga pemantau yang sering beroperasi sebaliknya. Indonesia, yang dalam konteks ini digambarkan sebagai negara adidaya, mengirim delegasi untuk mengawasi korupsi di Amerika, membalik realitas di mana biasanya negara-negara Barat yang memantau negara-negara berkembang.
- “Mengapa ikut campur urusan kami bapak-bapak dari Indonesia / Apakah anda sudah jadi Siskamling Dunia?” adalah sindiran terhadap campur tangan Amerika dalam urusan negara lain dengan dalih mengajarkan demokrasi dan hak asasi manusia.
Ironi Peran Adidaya
- Taufiq Ismail dengan cerdik membalik peran Indonesia sebagai negara yang seolah-olah telah menjadi adidaya, mengajari Amerika soal moralitas dan etika dalam bernegara. Ini adalah sindiran tajam terhadap keangkuhan negara-negara adidaya yang sering kali menganggap diri mereka lebih tinggi secara moral daripada negara lain.
- Dialog yang menyebut Indonesia sebagai "Hansip Antarbangsa" dan "Pos Komando RT Belahan Utara / RW Benua Amerika" mengkritik sindiran terhadap kecenderungan negara kuat untuk ikut campur dalam urusan negara lain.
Permainan Perbandingan Sejarah dan Moralitas
- Puisi ini menyoroti ketidaksetaraan standar moral dan politik antara negara-negara. Dialog yang membandingkan kondisi Amerika pada tahun 1998 dengan Indonesia pada tahun 1829, saat keduanya sama-sama berusia 53 tahun merdeka, menekankan ketidakadilan dalam pengukuran perkembangan moral dan politik antarnegara.
- “Jadi kalau kalian gigih mau memeriksa kami juga / Ya jajarkan Amerika 1998 dengan Indonesia 1829 saja” adalah argumen satir yang menyoroti bahwa standar moral dan politik sering kali tidak adil dan digunakan secara sepihak.
Sindiran Terhadap Kebijakan dan Skandal Politik
- Di sepanjang puisi, Taufiq Ismail mengangkat berbagai skandal politik dan korupsi di Amerika Serikat, sambil mencerminkan skandal serupa di Indonesia. Misalnya, penggunaan isu moralitas syahwat oleh delegasi Indonesia menjadi sindiran terhadap skandal politik yang kerap muncul di Amerika.
- “Di negeri saya moral syahwat tidak jadi persoalan / Kalau diisap cerutu kepala negara jadi kecanduan” menyinggung skandal terkenal yang melibatkan tokoh politik Amerika, menggarisbawahi bahwa moralitas sering kali dipolitisasi.
Pencarian Keadilan dan Refleksi Kultural
- Bagian akhir puisi berisi refleksi tentang moralitas yang sebenarnya: “TRUE PATRIOTISM HATES INJUSTICE IN ITS OWN LAND / MORE THAN ANYWHERE ELSE (so Clarence Darrow said)”. Ini adalah pengingat bahwa patriotisme sejati bukan tentang membanggakan bangsa dengan cara membanding-bandingkan, melainkan dengan mengakui dan mengatasi ketidakadilan di negeri sendiri.
Gaya Bahasa dan Simbolisme
- Penggunaan Satire dan Ironi: Taufiq Ismail dengan cerdik menggunakan ironi dan satire untuk mengkritik dominasi dan kemunafikan internasional. Ia mengemas kritik ini dalam bentuk percakapan yang lucu namun tajam antara delegasi Indonesia dan pejabat Amerika, menciptakan suasana yang menyindir namun tetap ringan.
- Simbolisme dalam Pemilihan Nama dan Lokasi: Lokasi seperti Manhattan dan Patung Kemerdekaan tidak hanya menggambarkan Amerika secara fisik tetapi juga menjadi simbol kebebasan yang sering diklaim Amerika namun dikritisi di sini. Delegasi Indonesia dihadirkan dengan sikap arogan yang mencerminkan sebaliknya, memberikan kontras yang kuat terhadap klaim kebebasan dan moralitas tersebut.
- Kontras Budaya dan Sejarah: Dialog yang menggabungkan bahasa Inggris dan ekspresi bahasa Indonesia, termasuk gurindam Minang, mencerminkan perbedaan kultural dan pendekatan moral antara Barat dan Timur. Ini menegaskan bahwa pandangan moral tidak universal, dan sering kali terdistorsi oleh politik kekuasaan.
- Penggunaan Imaji yang Dinamis: Imaji burung camar, pencakar langit, dan musim yang berubah memperkaya nuansa puisi dengan gambaran visual yang menghidupkan situasi. Kehadiran tokoh seperti Robert Frost dan Emily Dickinson dalam suasana alam yang kontras dengan hiruk pikuk politik menambah kedalaman reflektif puisi ini.
Puisi "American Corruption Watch" adalah sebuah karya yang menggabungkan humor, kritik sosial, dan refleksi moral dalam satu kesatuan yang padu. Melalui satire yang tajam, Taufiq Ismail berhasil mengekspos ketidakadilan, kemunafikan, dan ironi yang sering kali tersembunyi di balik layar diplomasi internasional. Puisi ini tidak hanya mengkritik satu bangsa, melainkan juga memperlihatkan kesalahan dan kelemahan dari kedua belah pihak, mengingatkan bahwa dalam politik global, moralitas sering kali dikorbankan demi kepentingan kekuasaan. Dengan gaya bahasa yang kaya dan penuh simbolisme, Taufiq Ismail mengajak pembaca untuk melihat lebih dalam ke dalam permainan kekuasaan yang membentuk dunia kita saat ini.
Puisi: American Corruption Watch
Karya: Taufiq Ismail
Biodata Taufiq Ismail:
- Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
- Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.