Analisis Puisi:
Puisi "Maskumambang" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan refleksi sosial, kegelisahan, dan keprihatinan terhadap kondisi peradaban, politik, dan agama. Dalam puisi ini, penyair mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting tentang masa depan, kepemimpinan, dan keadaan sosial, sambil mengeksplorasi peran agama dan politik dalam membentuk masyarakat.
Gambaran Alam dan Kegelisahan: Puisi ini dimulai dengan gambaran kabut fajar yang menyusup perlahan dan bunga Bintaro yang berguguran. Ini menciptakan suasana awal yang kalem, namun di baliknya terasa kegelisahan dan pergolakan. Pemandangan ini mungkin merepresentasikan perubahan dan ketidakpastian yang terjadi dalam masyarakat.
Kritik terhadap Kondisi Sosial dan Politik: Penyair mengajukan pertanyaan tentang masa depan dan peradaban yang akan diwariskan kepada generasi mendatang. Dia merenungkan peran peradaban dan perubahan yang terjadi serta peran pemerintah dalam membentuk nasib bangsa. Puisi ini mencerminkan keprihatinan terhadap perubahan zaman yang membawa peradaban dan negara ke arah yang tidak stabil.
Kontras antara Masa Lalu, Kini, dan Masa Depan: Penyair menyebutkan bahwa mereka tidak memiliki ilmu untuk membaca masa lalu atau masa kini, sehingga rencana masa depan hanyalah spekulasi. Hal ini mencerminkan rasa ketidakpastian dan kehilangan arah dalam menghadapi masa depan, serta kesulitan dalam merencanakan sesuatu ketika tidak ada pemahaman yang jelas tentang sejarah atau situasi saat ini.
Politik, Agama, dan Kelemahan Manusia: Puisi ini mengkritik penggunaan politik dan agama untuk tujuan politik yang mengakibatkan kerusuhan dan kehancuran. Penyair menyatakan bahwa politik dan agama yang diarahkan oleh ambisi kekuasaan berujung pada erosi nilai-nilai agama itu sendiri. Politik yang digabungkan dengan agama tidak menghormati nilai-nilai masyarakat dan cenderung menyebabkan perpecahan.
Kebijaksanaan dan Kehati-hatian: Penyair menegaskan pentingnya memisahkan agama dari politik. Dia menggambarkan politik sebagai entitas yang tidak memiliki hati atau moralitas dan harus dijaga agar tidak mengganggu keimanan dan akal sehat manusia. Kritik ini mencerminkan pentingnya menjaga keseimbangan dan tidak mengorbankan nilai-nilai moral atas nama politik.
Gambaran Akhir: Puisi ini berakhir dengan gambaran yang tenang dan merujuk pada kehidupan sehari-hari, seperti matahari yang naik, bau bawang yang digoreng di dapur, dan sepasang kumbang yang bersenggama. Ini bisa diartikan sebagai perwujudan kedamaian dan sederhana dalam kehidupan meskipun tantangan sosial yang ada.
Karya: W.S. Rendra
Biodata W.S. Rendra:
- W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
- W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.