Puisi: Seorang Kuli Tua di Setasiun Yokohama (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Seorang Kuli Tua di Stasiun Yokohama" karya Taufiq Ismail menyampaikan pesan tentang pentingnya menghargai setiap momen dan pengalaman ...
Seorang Kuli Tua di Setasiun Yokohama

Seorang kuli tua di setasiun Yokohama
Ketika ekspres tengah hari masuk dari ibukota
Berdiri agak terbungkuk di depan peron
Handuk kecil di lehernya

Beratus penumpang turun sepanjang ruangan
Menari dalam kilau jendela kereta
Ia pun menjamah koporku setelah menatapku
Agak lama

Hari itu musim panas di bulan Agustus
Udara sangat lembab dan angin tak bertiup
Menyeka dahi ditolaknya lembaran uang
‘Aku dulu di Semarang’

Dengan hormat diucapkannya selamat jalan
Ia pun kembali ke setasiun berbata-bata
Berkaus dan bersepatu putih
Tiba-tiba wajahnya sangat tua

Di kapal kenapa kuingat kakak sepupuku
Opsir Peta di Jatingaleh berlucut senjata
Terbunuh dalam pertempuran lima hari
Dua belas tahun yang lalu

Hari itu musim panas di bulan Agustus
Ketika ekspres tengah hari masuk dari ibukota
Seorang kuli di setasiun Yokohama
Tiba-tiba wajahnya sangat tua.

1963

Sumber: Sajak Ladang Jagung (1973)

Analisis Puisi:

Puisi "Seorang Kuli Tua di Stasiun Yokohama" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya yang menggambarkan momen sederhana namun penuh makna di sebuah stasiun kereta di Jepang. Dengan latar belakang musim panas dan suasana stasiun yang sibuk, puisi ini menyentuh tema-tema nostalgia, identitas, dan refleksi tentang kehidupan dan kematian.

Tema dan Makna Puisi

  • Nostalgia dan Identitas: Puisi ini membawa pembaca ke stasiun Yokohama, di mana seorang kuli tua berdiri di depan peron sambil mengenakan handuk kecil di lehernya. Momen ini dipenuhi dengan nostalgia ketika kuli tua tersebut menolak lembaran uang dan mengungkapkan bahwa ia berasal dari Semarang. Hal ini menunjukkan keterhubungan antara masa lalu dan masa kini, serta identitas yang melekat pada individu meski berada jauh dari tanah kelahiran.
  • Kesederhanaan dan Kehidupan Sehari-hari: Puisi ini menggambarkan kehidupan sehari-hari kuli tua dengan detail yang sederhana namun kuat. Penampilan kuli tua yang terbungkuk dan wajahnya yang tampak sangat tua adalah simbol dari kehidupan yang penuh kerja keras dan perjuangan. Ini mencerminkan bagaimana kehidupan yang sederhana dapat menyimpan banyak kisah dan makna yang dalam.
  • Kehilangan dan Refleksi: Melalui puisi ini, pembaca juga disajikan dengan momen refleksi saat kuli tua mengingat kakak sepupunya yang terbunuh dalam pertempuran di Jatingaleh dua belas tahun lalu. Momen ini menambahkan dimensi emosional yang mendalam, menghubungkan pengalaman pribadi dengan peristiwa sejarah yang lebih besar.

Gaya Bahasa dan Teknik Puisi

  • Deskripsi Visual dan Sensory: Taufiq Ismail menggunakan deskripsi visual yang kuat untuk menggambarkan suasana stasiun dan kondisi kuli tua. Frasa seperti “handuk kecil di lehernya”, “beratus penumpang turun sepanjang ruangan”, dan “kuli di setasiun Yokohama” menciptakan gambaran yang jelas dan hidup tentang setting puisi.
  • Simbolisme: Kuli tua dengan handuk di lehernya adalah simbol dari kehidupan sehari-hari yang sederhana namun penuh makna. Handuk kecil tersebut mungkin melambangkan keleluasaan dan kehangatan di tengah suasana yang lembab, serta keterhubungan antara masa lalu dan masa kini.
  • Kontras dan Ironi: Puisi ini menampilkan kontras antara kehidupan kuli tua yang sederhana dengan kenangan dan peristiwa sejarah yang lebih besar. Kuli tua yang tampak sangat tua di akhir puisi menggambarkan ironisnya bagaimana seseorang dapat merasa tua dan lelah meskipun mungkin masih memiliki kenangan dan identitas yang kuat dari masa lalu.

Makna Metafora dalam Puisi

  • “Seorang Kuli Tua di Stasiun Yokohama”: Metafora ini menggambarkan kehidupan yang penuh dengan kerja keras dan pengalaman hidup. Stasiun Yokohama sebagai latar belakang menambahkan elemen eksotisme dan jarak, menghubungkan kehidupan sehari-hari dengan dunia luar yang lebih besar.
  • “Wajahnya Sangat Tua”: Metafora ini mencerminkan beban hidup dan waktu yang telah berlalu. Wajah yang sangat tua mungkin melambangkan kelelahan dan pengalaman yang telah membentuk hidup kuli tua tersebut.
  • “Hari Itu Musim Panas di Bulan Agustus”: Musim panas di bulan Agustus menggambarkan suasana yang panas dan lembab, menambahkan elemen fisik dan emosional pada pengalaman kuli tua. Ini juga bisa mencerminkan intensitas dan kesulitan dalam hidup.

Pesan Moral dan Nilai dalam Puisi

  • Menghargai Kehidupan Sehari-hari: Puisi ini mengajarkan pentingnya menghargai kehidupan sehari-hari dan pengalaman sederhana. Kuli tua, meski hanya seorang pekerja di stasiun, memiliki cerita dan makna yang mendalam.
  • Refleksi dan Kenangan: Puisi ini menunjukkan bagaimana kenangan dan pengalaman masa lalu terus mempengaruhi kehidupan seseorang. Refleksi tentang kakak sepupu yang terbunuh dalam pertempuran mengingatkan kita tentang pentingnya mengenang dan menghormati masa lalu.
  • Kehidupan dan Kematian: Melalui puisi ini, pembaca diingatkan tentang siklus kehidupan dan kematian, serta bagaimana pengalaman dan identitas terus mempengaruhi kita meskipun waktu terus berlalu.
Puisi "Seorang Kuli Tua di Stasiun Yokohama" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya yang kuat dan penuh makna. Dengan deskripsi visual yang mendalam, simbolisme yang kuat, dan tema reflektif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan sehari-hari, identitas, dan kenangan. Melalui penggambaran kuli tua dan suasana stasiun, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya menghargai setiap momen dan pengalaman hidup, serta bagaimana masa lalu terus membentuk dan mempengaruhi kita.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Seorang Kuli Tua di Setasiun Yokohama
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.