Puisi: Kolam (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi Kolam karya Acep Zamzam Noor mengingatkan kita untuk terus mencari makna dan keindahan di balik setiap luka, menjadikan perjalanan hidup kita ..
Kolam

Sewaktu berkaca di air bening kedamaian
di kolam jiwamu yang tenang dan sepi gelombang
kulihat betapa kumuhku, rupa debu di jalan
terbakar dan menggeliat

Kulihat wajahku bukan lagi wajahku
kulihat sebuah komposisi yang rumit dan berbelit
dengan garis-garis liar, warna-warna kusam
bertumpuk dan berjejalan

Sewaktu aku berdiri menatapmu, kekasihku
kulihat di matamu sebuah kolam kesalihan jiwa
aku ingin sejenak berteduh dari kehidupanku yang mendera
mencuci semua luka
dan belajar mencintai.

1981

Sumber: Tamparlah Mukaku (1982)

Analisis Puisi:

Puisi Kolam karya Acep Zamzam Noor menawarkan sebuah refleksi yang mendalam tentang diri dan hubungan antar manusia. Dengan menggunakan metafora kolam yang tenang, puisi ini menggambarkan perjalanan penulis untuk menemukan kedamaian dan pengertian di tengah kekacauan hidup.

Metafora Kolam

Pembukaan puisi yang menggambarkan “air bening kedamaian” menciptakan gambaran visual yang menenangkan. Kolam menjadi simbol dari ketenangan dan kesucian jiwa, tempat di mana penulis dapat merenung dan melihat ke dalam diri sendiri. Dengan menggunakan kolam sebagai metafora, Acep Zamzam Noor berhasil menangkap esensi dari pencarian kedamaian dalam kehidupan yang seringkali penuh dengan kesulitan.

Keterasingan Diri

Di bait pertama, penulis mengamati dirinya sendiri dan merasakan keterasingan: “kulihat betapa kumuhku, rupa debu di jalan / terbakar dan menggeliat.” Rasa kumuh ini mencerminkan ketidakpuasan penulis terhadap diri sendiri. Ia menyadari bahwa kehidupannya penuh dengan debu dan bekas luka yang mungkin telah mengotori jiwanya. Dengan kata-kata yang kuat, penulis menunjukkan betapa sulitnya untuk menghadapi realitas diri yang tidak sempurna.

Perubahan Persepsi

Ketika penulis menatap wajahnya sendiri di dalam kolam, ia menyadari bahwa “kulihat wajahku bukan lagi wajahku.” Pernyataan ini menunjukkan perubahan persepsi yang dalam terhadap diri sendiri. Kolam tidak hanya berfungsi sebagai cermin, tetapi juga sebagai alat refleksi yang menantang penulis untuk menghadapi komposisi rumit dari kehidupannya—“sebuah komposisi yang rumit dan berbelit.” Ini menggambarkan bagaimana pengalaman hidup, warna, dan luka telah membentuk identitasnya.

Pencarian Kedamaian dan Kasih

Ketika penulis menatap kekasihnya, ia melihat “sebuah kolam kesalihan jiwa.” Ini menunjukkan bahwa kekasihnya menjadi sumber kedamaian dan harapan. Penulis ingin “berteduh dari kehidupanku yang mendera,” yang menunjukkan betapa hidupnya dipenuhi dengan tantangan dan penderitaan. Dalam konteks ini, kekasihnya menjadi pelindung, tempat di mana penulis berharap dapat menyucikan lukanya dan belajar untuk mencintai dengan tulus.

Puisi Kolam karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah eksplorasi tentang perjalanan emosional yang kompleks. Dengan penggunaan bahasa yang puitis dan metafora yang kuat, penulis mengajak pembaca untuk merenungkan tentang bagaimana kita melihat diri kita sendiri, serta bagaimana hubungan dengan orang lain dapat memberikan penghiburan dan kedamaian. Melalui perjalanan ini, pembaca diajak untuk menyadari bahwa meskipun hidup mungkin penuh dengan debu dan kesedihan, selalu ada harapan untuk menemukan kedamaian dan cinta dalam diri kita dan orang-orang yang kita cintai. Puisi ini mengingatkan kita untuk terus mencari makna dan keindahan di balik setiap luka, menjadikan perjalanan hidup kita lebih berarti.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Kolam
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.
© Sepenuhnya. All rights reserved.