Puisi: Syair untuk Jakarta (Karya Dorothea Rosa Herliany)

Puisi "Syair untuk Jakarta" mengajak pembaca untuk merenungi bagaimana kerinduan dan pengalaman pribadi terkait dengan kota dapat membentuk ...
Syair untuk Jakarta
kepada dm

Sebab mesti kusimpan rindu
pada batu-batu jalanan.
lalu kuhitung
berapa lembar kertas terkoyak
-- sebab senantiasa tak jelas
kulukis wajahmu
terbungkus debu jalanan.

1987

Sumber: Matahari yang Mengalir (1990)

Analisis Puisi:

Puisi "Syair untuk Jakarta" karya Dorothea Rosa Herliany adalah sebuah karya yang menangkap kerinduan dan kekaguman terhadap kota Jakarta dengan cara yang sederhana namun penuh makna. Dalam puisi ini, Dorothea menggunakan simbol dan bahasa yang kuat untuk menggambarkan hubungan emosional dengan kota, serta tantangan dan keindahan yang melekat padanya.

Rindu dan Batu-Batu Jalanan

Puisi dimulai dengan ungkapan "Sebab mesti kusimpan rindu pada batu-batu jalanan." Ungkapan ini menunjukkan kedalaman perasaan yang dirasakan penyair terhadap kota Jakarta. Batu-batu jalanan di sini dapat dianggap sebagai simbol dari elemen-elemen dasar dan permanen kota, yang menyimpan kenangan dan rindu yang mendalam. Batu-batu jalanan melambangkan keabadian dan kekuatan kota yang telah melalui berbagai perubahan.

Menghitung Kertas Terkoyak

"Lalu kuhitung berapa lembar kertas terkoyak" adalah gambaran yang menunjukkan bagaimana penyair mencoba memahami dan menghitung pengalaman atau kenangan yang telah dilaluinya. Kertas terkoyak bisa melambangkan kekacauan atau kerusakan, tetapi juga bisa menunjukkan bagaimana pengalaman dan kenangan yang berharga tidak selalu terjaga dengan baik. Ini mungkin merujuk pada bagaimana penyair mencoba merefleksikan atau menyusun kembali ingatan tentang kota yang penuh dinamika.

Melukis Wajah yang Terbungkus Debu

Bagian "sebab senantiasa tak jelas kulukis wajahmu terbungkus debu jalanan" mengungkapkan kesulitan penyair dalam menggambarkan atau menangkap esensi kota. Wajah yang terbungkus debu jalanan menunjukkan bahwa meskipun ada usaha untuk memahami dan melukis wajah kota, terdapat ketidakjelasan dan kekacauan yang menghalangi. Debu jalanan sebagai metafora bisa melambangkan polusi, kesibukan, dan tantangan yang menyelimuti kota besar seperti Jakarta.

Puisi "Syair untuk Jakarta" karya Dorothea Rosa Herliany menawarkan sebuah pandangan yang peka dan reflektif tentang hubungan emosional dengan kota Jakarta. Melalui simbol batu-batu jalanan, kertas terkoyak, dan wajah terbungkus debu, puisi ini mengeksplorasi tema tentang kerinduan, kenangan, dan tantangan yang dihadapi dalam menggambarkan atau memahami kota besar.

Dengan gaya penulisan yang penuh makna dan simbolisme, Dorothea Rosa Herliany berhasil menciptakan puisi yang menggugah perasaan dan refleksi tentang kota Jakarta. Puisi "Syair untuk Jakarta" mengajak pembaca untuk merenungi bagaimana kerinduan dan pengalaman pribadi terkait dengan kota dapat membentuk pandangan kita terhadap tempat yang kita cintai. Puisi ini adalah sebuah karya yang menyoroti keindahan dan kompleksitas kota besar serta hubungan emosional yang mendalam antara individu dan tempat yang mereka sebut rumah.

Dorothea Rosa Herliany
Puisi: Syair untuk Jakarta
Karya: Dorothea Rosa Herliany

Biodata Dorothea Rosa Herliany:
  • Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
  • Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.
© Sepenuhnya. All rights reserved.