Puisi: Tembang Dahaga (Karya D. Zawawi Imron)

Puisi "Tembang Dahaga" karya D. Zawawi Imron menggambarkan konflik antara keinginan dan kenyataan melalui imaji yang kuat dan simbolis.
Tembang Dahaga

Air mata langit yang menetes perlahan
menghindar dari mulut bunga
dengan setia dijatuhinya sebongkah batu
hingga tertulis prasasti
sejak kapan dimulai gelisah.

Lantaran apa bunga mengidap rasa dahaga
sedang cuaca tak pernah dusta?
Bunga meludah dan terus meludah
sampai langit sempurna merahnya.

Bulan terlentang kematian warna
tak kuat lagi memukul dahaga
ia menolak tetek cucunya.

Sumber: Lautmu Tak Habis Gelombang (1996)

Catatan:
Puisi ini pernah muncul di Horison edisi Desember 1983.

Analisis Puisi:

Puisi "Tembang Dahaga" karya D. Zawawi Imron menggambarkan konflik antara keinginan dan kenyataan melalui imaji yang kuat dan simbolis. Dengan menyajikan pertempuran antara elemen alam dan emosi, puisi ini menyoroti tema kehausan dan keputusasaan, serta mencerminkan ketidakmampuan alam untuk memenuhi kebutuhan emosional manusia.

Tema dan Makna

  • Simbolisme Air Mata dan Bunga: Puisi ini memulai dengan gambaran "air mata langit" yang menetes perlahan. Air mata di sini melambangkan rasa sakit atau kesedihan yang dalam. Bunga yang terletak di bawahnya adalah simbol dari harapan atau keinginan yang tidak terpenuhi. Ketika bunga ini mengidap rasa dahaga, ada ketidakcocokan antara apa yang diinginkan dan apa yang diberikan oleh alam.
  • Kepasrahan Alam: Bunga yang terus-menerus meludah menggambarkan upaya yang sia-sia dalam menghadapi rasa dahaga. Meskipun cuaca, yang biasanya dianggap sebagai sumber kehidupan, tidak pernah berdusta, ia tetap tidak mampu mengatasi kebutuhan mendalam dari bunga tersebut. Ini menunjukkan ketidakberdayaan alam dalam memenuhi kebutuhan emosional atau spiritual yang mendalam.
  • Kesedihan dan Keputusasaan: Penggambaran bulan yang "terlentang kematian warna" dan menolak "tetek cucunya" menambah dimensi keputusasaan dan kesedihan. Bulan yang tidak mampu lagi memukul dahaga menandakan bahwa bahkan sumber yang biasanya dianggap stabil dan memberikan kehidupan kini tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan. Frasa ini menekankan kekosongan dan ketidakmampuan yang dirasakan.

Gaya Bahasa dan Teknik Puitis

  • Imaji dan Metafora: Zawawi menggunakan imaji yang kuat untuk menggambarkan konflik emosional. Air mata langit, bunga yang meludah, dan bulan yang terlentang adalah metafora untuk rasa sakit dan keputusasaan. Imaji ini menciptakan suasana yang mendalam dan menambah makna puisi dengan memberikan visualisasi yang jelas tentang emosi yang digambarkan.
  • Bahasa dan Struktur: Bahasa dalam puisi ini bersifat puitis dan penuh makna. Struktur puisi yang bebas memungkinkan ekspresi emosional yang mendalam dan menggambarkan ketidakberdayaan dan keputusasaan dengan cara yang ekspresif. Pilihan kata seperti "gelisah" dan "dahaga" menekankan tema utama puisi, yaitu ketidakmampuan untuk menemukan kepuasan emosional.
  • Kesederhanaan vs. Kekuatan: Meskipun puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana, kekuatan emosionalnya sangat besar. Kekuatan ini terletak pada cara Zawawi menggabungkan elemen alam dengan perasaan manusia untuk menciptakan perasaan yang mendalam dan universal tentang kebutuhan dan ketidakpuasan.
Puisi "Tembang Dahaga" karya D. Zawawi Imron adalah sebuah karya yang menggambarkan konflik antara harapan dan kenyataan melalui simbolisme yang kuat dan imaji yang mendalam. Dengan menggambarkan keputusasaan dan ketidakmampuan alam untuk memenuhi kebutuhan emosional manusia, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang ketidakberdayaan dan rasa dahaga yang mungkin kita rasakan dalam hidup kita sendiri. Melalui bahasa yang puitis dan teknik puitis yang efektif, Zawawi menyajikan sebuah karya yang resonan dan menggugah pemikiran.

Puisi D. Zawawi Imron
Puisi: Tembang Dahaga
Karya: D. Zawawi Imron

Biodata D. Zawawi Imron:
  • D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.