Sumber: Segugus Percakapan Cinta di Bawah Matahari (2017)
Catatan:
Puisi ini pernah muncul di Horison edisi Desember 1983.
Analisis Puisi:
Puisi "Kuperam Sukmaku" karya D. Zawawi Imron adalah karya sastra yang penuh dengan simbolisme dan metafora yang menggambarkan pergulatan batin dan hubungannya dengan alam. Dikenal sebagai salah satu penyair yang piawai dalam menciptakan citraan-citraan puitis yang kuat, Zawawi Imron melalui puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kompleksitas pengalaman manusia, baik dalam aspek spiritual maupun fisik.
Tema dan Makna Puisi
- Pertarungan Batin dan Kebosanan: Frasa pembuka puisi ini, "Kuperam sukmaku di ketiak karang," menggambarkan gambaran pertarungan batin yang intim dan intens. Kata "peram" bisa diartikan sebagai upaya untuk menyembunyikan atau menenangkan sukma (jiwa) di tempat yang keras dan kokoh seperti karang. Karang bisa diartikan sebagai simbol kekuatan dan keteguhan, tetapi juga bisa menggambarkan sesuatu yang kasar dan tak bergerak. Puisi ini menggambarkan kebosanan sebagai sapi yang "menanduk"—sebuah metafora yang kuat untuk menyampaikan perasaan terjebak dan dorongan untuk keluar dari keadaan yang monoton.
- Kesunyian dan Pencarian Makna: "Kutemukan keloneng benang / dalam sunyiku" menunjukkan proses kontemplasi dan pencarian makna dalam kesunyian. Keloneng benang dapat dimaknai sebagai simbol keterhubungan antara berbagai aspek kehidupan yang tersebar, yang membutuhkan upaya untuk menyatukannya kembali dalam sebuah pemahaman atau "tenunan" baru tentang makna kehidupan.
- Ombak, Luka, dan Transformasi: Kata-kata seperti "ombak panas" dan "kujilat nanah di luka korban" menggambarkan proses transformasi yang menyakitkan tetapi juga penuh arti. Ombak panas mungkin merujuk pada arus emosi atau pengalaman yang intens dan sulit diatasi, sementara menjilat nanah pada luka korban bisa diartikan sebagai metafora untuk menghadapi penderitaan atau luka batin dengan cara yang radikal. Ini menunjukkan bahwa proses penyembuhan atau transformasi tidak selalu indah; terkadang ia memerlukan keberanian untuk menghadapi sisi tergelap dari diri sendiri.
- Penciptaan Kembali dan Kekerasan: Di akhir puisi, "kauletakkan krakatau ke dalam diriku / Lalu kubuat peta bumi yang baru / dengan pisaumu," menunjukkan penciptaan kembali atau pembaruan melalui kehancuran. Krakatau, yang dikenal sebagai gunung berapi yang mematikan, melambangkan kekuatan destruktif tetapi juga kekuatan untuk memulai sesuatu yang baru. Dengan menggunakan pisau untuk membuat "peta bumi yang baru," ada kesan bahwa penciptaan kembali ini dilakukan dengan paksaan atau bahkan kekerasan. Ini bisa dipahami sebagai representasi dari perjalanan hidup yang penuh konflik, baik dengan diri sendiri maupun dengan dunia luar.
Gaya Bahasa dan Simbolisme
- Metafora dan Personifikasi: Zawawi Imron menggunakan metafora seperti "sapi yang menanduk kebosanan" dan "keloneng benang" untuk menyampaikan konsep-konsep abstrak tentang perasaan, perjuangan, dan proses pencarian makna. Personifikasi dalam "kauletakkan krakatau ke dalam diriku" memberi kesan bahwa kekuatan destruktif alam seperti gunung berapi bisa menjadi bagian dari pengalaman manusia, menjadikan mereka lebih kuat atau lebih sadar akan kemampuan mereka untuk bertahan.
- Simbolisme Alam: Banyak simbol alam yang digunakan dalam puisi ini, seperti karang, ombak, dan krakatau. Alam di sini tidak hanya berfungsi sebagai latar tetapi juga sebagai metafora untuk berbagai keadaan batin dan pengalaman manusia. Karang, misalnya, melambangkan kekerasan atau keteguhan, sedangkan ombak panas dan krakatau melambangkan emosi atau kekuatan yang destruktif.
- Kontras dan Antitesis: Ada kontras yang tajam antara elemen-elemen yang digunakan, seperti "ombak panas" dan "sunyi," atau "nanah di luka korban" dan "peta bumi yang baru." Ini menciptakan dinamika yang memperkuat pesan bahwa pengalaman hidup adalah campuran antara penderitaan dan harapan, kehancuran dan penciptaan kembali.
Interpretasi Filosofis dan Psikologis
- Pencarian Jati Diri dan Pembaruan: Puisi ini menggambarkan perjalanan batin yang melibatkan pencarian jati diri dan pembaruan. Menghadapi penderitaan dan kekerasan (baik fisik maupun mental) adalah bagian dari proses ini. Dalam konteks ini, penggunaan simbol-simbol kekerasan seperti "pisau" dan "krakatau" bisa dipahami sebagai cara untuk menyampaikan bahwa perubahan mendasar sering kali membutuhkan keberanian untuk merombak atau menghancurkan struktur lama.
- Hubungan dengan Diri Sendiri dan Alam: Ada juga tema keterhubungan antara diri sendiri dan alam, yang sering kali dilihat sebagai sumber inspirasi tetapi juga sebagai medan pertarungan batin. Proses perenungan di "ketiak karang" atau menghadapi "ombak panas" bisa dilihat sebagai usaha untuk menyelaraskan diri dengan alam dan menemukan makna di dalamnya.
Puisi "Kuperam Sukmaku" karya D. Zawawi Imron adalah refleksi mendalam tentang perjalanan spiritual dan batin yang dipenuhi dengan simbolisme alam dan metafora yang kuat. Melalui gambaran pertarungan, kebosanan, luka, dan penciptaan kembali, Zawawi Imron mengajak pembaca untuk merenungkan kompleksitas pengalaman hidup manusia, yang melibatkan ketegangan antara kehancuran dan penciptaan, penderitaan dan penyembuhan.
Puisi ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap proses pencarian diri dan transformasi, ada aspek-aspek gelap yang harus dihadapi, tetapi juga ada harapan untuk menemukan makna dan keutuhan baru di tengah-tengah segala kekacauan itu.
Puisi: Kuperam Sukmaku
Karya: D. Zawawi Imron
Biodata D. Zawawi Imron:
- D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.