Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pada Sebuah Tamasya (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi “Pada Sebuah Tamasya” karya Goenawan Mohamad bercerita tentang seseorang yang sedang berjalan atau ber-tamasya di tengah alam, khususnya di ...
Pada Sebuah Tamasya

Ditangkai air pohon-pohon teh
kutemukan pertanyaanmu
Sepucuk kalimat lama tertoreh
seperti jejak yang dahulu.

"Kenapa kau ikuti aku
dengan kembang di krah baju
Kenapa kau ikuti aku
seperti elang melingkari bisu".

Ditangkai air pohon-pohon teh
tak kutemukan apa jawabku
Hanya lumut terasa leleh
hutan mengerang hari mengabu.

1978

Analisis Puisi:

Goenawan Mohamad adalah penyair yang tak pernah menyajikan puisinya secara gamblang. Dalam setiap lariknya, selalu ada ruang renung yang seolah menantang pembaca untuk membaca lebih dalam. Salah satu puisinya yang menggugah adalah “Pada Sebuah Tamasya”, yang meskipun singkat, menyimpan makna luas tentang relasi, jarak, dan pencarian. Puisi ini bercerita tentang sebuah perjalanan yang tampaknya biasa—tamasya—namun justru membuka lapisan batin yang rumit dan mendalam.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang berjalan atau ber-tamasya di tengah alam, khususnya di kawasan yang tumbuh pohon-pohon teh. Di tengah perjalanan itu, muncul bayangan atau kenangan akan seseorang yang pernah bertanya kepadanya. Pertanyaan itu menggema, mencuat dari masa silam, dan kini kembali tanpa jawaban yang pasti. Sosok yang ditanya justru semakin diliputi oleh kesunyian dan ketidakmengertian.

Pertanyaan dalam bait kedua (“Kenapa kau ikuti aku…?”) terasa sebagai konfrontasi batin: apakah ini pertanyaan orang lain kepada penyair, atau pertanyaan si penyair terhadap dirinya sendiri? Relasi personal dalam puisi ini tampak kabur namun emosional: ada jejak hubungan, ada pengikut, dan ada diam.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah pencarian makna dan identitas dalam relasi antar manusia, terutama dalam konteks emosional yang sudah samar. Tema lain yang juga kuat adalah keraguan, kesendirian eksistensial, dan ketiadaan jawaban dalam kehidupan.

Goenawan Mohamad menyajikan tamasya bukan hanya sebagai perjalanan fisik, tetapi juga sebagai perjalanan batin. Tamasya di sini menjadi momen reflektif—perjalanan ke dalam diri sendiri, menghadapi tanya yang belum terjawab, dan menatap alam sebagai cermin keheningan jiwa.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini berkisar pada ketidakmampuan manusia untuk menjawab pertanyaan emosional atau eksistensial yang datang dari masa lalu. Meski tubuh melangkah dalam tamasya, batin tetap tertinggal di pertanyaan lama yang belum terurai. Bahkan di tengah ketenangan alam, jawaban tak kunjung datang. Hanya alam yang menyuarakan lirih: “hutan mengerang hari mengabu.”

Pertanyaan seperti “Kenapa kau ikuti aku?” bisa ditafsir sebagai tudingan, penyesalan, atau bahkan kerinduan yang tak tersampaikan. Sementara respons yang dihadirkan justru bukan jawaban, melainkan kesunyian yang menyelimuti seluruh suasana.

Suasana dalam Puisi

Puisi ini menyuguhkan suasana yang sunyi, melankolis, dan kabur seperti kabut pagi. Ada ketenangan dalam bait pertama, namun lambat-laun bergeser menjadi keraguan, keheningan, dan sedikit rasa cemas yang datang dari pertanyaan yang tak terjawab. Alam dihadirkan sebagai saksi yang hidup namun bisu, seolah ikut menyuarakan kegelisahan batin tokoh dalam puisi ini.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang bisa disimpulkan dari puisi ini adalah bahwa tidak semua pertanyaan dalam hidup bisa dijawab, bahkan dengan perjalanan dan waktu sekalipun. Dalam hidup, kita sering membawa jejak dan pertanyaan masa lalu, yang mungkin tak akan pernah terjawab sepenuhnya. Namun, ketidakjawaban itu juga bagian dari proses memahami diri sendiri, menelusuri ruang sunyi yang personal.

Goenawan Mohamad tampaknya ingin menyampaikan bahwa diam pun adalah bentuk respons, bahwa ketiadaan jawaban bisa lebih bermakna daripada jawaban itu sendiri.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji alam yang lembut namun menciptakan kontras batin yang tajam:
  • “Ditangkai air pohon-pohon teh”: Imaji ini mengajak pembaca membayangkan suasana pegunungan atau kebun teh yang tenang dan berkabut. Air yang “menangkai” pohon-pohon bisa jadi embun atau hujan, memberi kesan kelembutan dan kedamaian alami.
  • “Sepucuk kalimat lama tertoreh / seperti jejak yang dahulu”: Imaji ini menggambarkan kenangan yang membekas dalam diri seseorang, seperti goresan yang tak hilang.
  • “Hanya lumut terasa leleh / hutan mengerang hari mengabu”: Imaji ini penuh kesan kesedihan dan kehancuran batin, seolah alam pun ikut menangis dalam keheningan.
Imaji yang digunakan Goenawan Mohamad bukan sekadar hiasan visual, melainkan alat untuk menyampaikan perasaan batin yang subtil dan personal.

Majas

Puisi ini juga memuat beberapa majas atau gaya bahasa yang khas:
  • Personifikasi: “hutan mengerang hari mengabu” memberi sifat manusiawi pada hutan dan hari. Hutan mengerang seolah ikut merasakan kesakitan, dan hari mengabu menggambarkan kelabu dan hambarnya waktu.
  • Metafora: “Sepucuk kalimat lama tertoreh” adalah metafora untuk kenangan atau pertanyaan yang membekas, layaknya luka yang tertoreh.
  • Pertanyaan retoris: “Kenapa kau ikuti aku…?” bukanlah pertanyaan yang mengharapkan jawaban, melainkan cara untuk mengekspresikan kegelisahan batin dan kompleksitas hubungan emosional.
  • Repetisi: Kalimat “Kenapa kau ikuti aku” diulang untuk menegaskan tekanan batin dan pentingnya pertanyaan tersebut dalam keseluruhan puisi.
Puisi “Pada Sebuah Tamasya” karya Goenawan Mohamad adalah perwujudan khas dari puisi yang kontemplatif, kabur, namun sarat perasaan. Dalam puisi ini, tamasya bukan sekadar perjalanan menyusuri alam, melainkan perjalanan ke dalam labirin kenangan dan tanya yang menggantung. Melalui tema kehilangan dan pencarian makna, makna tersirat tentang kekosongan jawaban, serta imaji dan majas yang kuat, puisi ini berbicara banyak tanpa harus menjelaskan secara gamblang.

Goenawan mengajak kita memahami bahwa tak semua yang ditanyakan akan mendapatkan balasan, dan tidak setiap pertemuan menghasilkan pengertian. Terkadang, dalam diam dan dalam kabut, kita hanya bisa berjalan—mendengar hutan mengerang, dan hari yang terus mengabu.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Pada Sebuah Tamasya
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.