Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Vibrasi Terumbu Karang (Karya Diah Hadaning)

Puisi ini bercerita tentang seorang nelayan yang merenungi malam sendirian di tepi laut, merasakan kedinginan dan kesepian, sambil mengingat masa ...
Vibrasi Terumbu Karang

Siapa masih menjaga malam
sendiri dan kedinginan
kaukah itu ya nelayan
menjala langit tanpa bulan.

Kau coba memantik api
rindu hangat punya negeri
namun hanya bintang sepi
memahami gemuruh hati.

Rimba beton tercipta sudah
terumbu karang menyusul punah
kau gelisah dalam gelepar
di antara kepak kelelawar.

Terumbu karang terumbu karang
di kaki ombak masih kau cari
terumbu karang terumbu karang
di palung hati kau tangisi.

Bogor, Oktober 1995

Analisis Puisi:

Tema puisi ini adalah kerusakan lingkungan laut dan kepedihan batin nelayan. Diah Hadaning menyoroti hilangnya terumbu karang sebagai sumber kehidupan, serta kesedihan yang mengiringi perubahan alam dan peradaban.

Puisi ini bercerita tentang seorang nelayan yang merenungi malam sendirian di tepi laut, merasakan kedinginan dan kesepian, sambil mengingat masa-masa indah saat terumbu karang masih lestari. Kini, ia menyaksikan kenyataan pahit: terumbu karang punah, kehidupan laut terganggu, dan penghidupan nelayan semakin sulit. Kehidupan modern di daratan—digambarkan sebagai “rimba beton”—telah merambah hingga merusak ekosistem laut.

Makna tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah kritik terhadap eksploitasi alam dan hilangnya keseimbangan antara manusia dan lingkungan. Terumbu karang yang rusak bukan hanya kehilangan ekologis, tetapi juga luka batin masyarakat pesisir. “Palung hati kau tangisi” menegaskan bahwa kerusakan alam tidak hanya memengaruhi lingkungan fisik, tetapi juga kehidupan emosional dan spiritual manusia.

Suasana dalam puisi

Suasana puisi ini adalah sendu, gelisah, dan penuh kerinduan. Ada kesedihan yang dalam, namun juga terselip kegelisahan yang tak bisa dihindari ketika menyaksikan kehancuran alam.

Amanat / Pesan yang disampaikan

Pesan yang disampaikan adalah pentingnya menjaga kelestarian alam, khususnya terumbu karang, sebagai penopang kehidupan laut dan sumber penghidupan nelayan. Perubahan gaya hidup yang merusak lingkungan akan membawa dampak luas, termasuk penderitaan bagi mereka yang bergantung pada alam.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan imaji perasaan:
  • “Menjala langit tanpa bulan” — menghadirkan gambaran nelayan yang berharap, namun dalam kegelapan dan kesepian.
  • “Bintang sepi” — memberi kesan kesendirian yang mendalam.
  • “Rimba beton” — memvisualkan kota besar yang dingin dan kaku, kontras dengan alam laut.
  • “Kepak kelelawar” — simbol ancaman atau kegelapan yang menghantui.
  • “Di palung hati kau tangisi” — menghadirkan imaji batin yang intim dan emosional.

Majas

Beberapa majas yang digunakan:
  • Metafora — “Rimba beton” sebagai gambaran kota modern; “Menjala langit tanpa bulan” sebagai simbol usaha yang sulit membuahkan hasil.
  • Personifikasi — “Bintang sepi memahami gemuruh hati” memberi sifat manusia pada bintang.
  • Repetisi — Pengulangan frasa “terumbu karang terumbu karang” untuk menegaskan kehilangan dan kerinduan.
  • Hiperbola — “Di palung hati kau tangisi” memberi penekanan pada kedalaman kesedihan.

"Puisi: Vibrasi Terumbu Karang (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Vibrasi Terumbu Karang
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.