Puisi: Sindang Laut (Karya Ajip Rosidi)

Puisi "Sindang Laut" karya Ajip Rosidi menggambarkan sebuah refleksi mendalam tentang kesetiaan, mimpi, dan perjuangan dalam konteks kehidupan ...
Sindang Laut

Bulan ngambang di laut dan pecah di pucuk ombak
Bulan mengaca di nafas malam, redup lampu kapal
Deru yang menderu berkejaran di kesepian pantai
Deru dari diri lebih dalam irama mimpi. Diajaknya
Kita datang dan membikin mimpi atas mimpi.

Kita diam dan mimpi makin dalam merasuk malam. Tak ada
lelaki yang cukup setia pada satu rumah saja
Karena bulan indah berdarah merah, ombak yang menderu
Karena malam penuh mimpi, laut penuh gairah nafsu
Tak ada satu lelaki yang cukup setia pada satu perempuan saja.

Bulan ngambang di laut dan pecah di pucuk ombak
Laut di hadapan. Dia menggenggamkan tangan ke dadanya
Redup batas laut. Redup mimpi dan kehendak setia.
Ia bertaut pada leher, memanjang nafas meniup panas
Kita diam dan mimpi kian dalam merasuk malam.

Laut. Mendenturkah ombak menayang bulan di wajahnya ke pantai miring pada malamku?
Malam. Gigihkah kesetiaan mencengkeram hati sangsi selalu?
Ku lepas nafas. Laut mendentur masih
Yang garang mendarat, pecah darah bulan putih
Di tanganku ia mengempas, atas dadanya yang gemetar
Kumimpikan damai rumah dan istri setia.

Perempuan ini bicara tentang harapan yang tersia
Kita telah sama kehilangan pegangan dalam galau ini kota
Kita telah kehilangan apa yang kita genggam karena semuanya
tak berakar pada tangan. Semua telah lepas
Kita bersandar pada pusat malam dan cahaya bulan putih
Kita tenggelam dalam irama lambat memecah pantai.

Kususuri malam dengan jemariku. Nafasnya
sepi angin laut. Kutumbanbangkan ia. Tak ada
satu lelaki cukup setia pada satu perempuan saja
Angin bangkit mengusap kita yang hidup dalam mimpi
Karena ini kota menuntut kepercayaan, sedang
semua telah lepas seperti harapannya yang tersia.

1955

Sumber: Surat Cinta Enday Rasidin (1960)

Analisis Puisi:

Puisi "Sindang Laut" karya Ajip Rosidi menggambarkan sebuah refleksi mendalam tentang kesetiaan, mimpi, dan perjuangan dalam konteks kehidupan malam dan laut. Dengan penggunaan imaji yang kuat dan simbolisme yang mendalam, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti gairah, ketidaksetiaan, dan keputusasaan dalam konteks hubungan dan eksistensi manusia.

Struktur dan Tema

Puisi ini menyajikan sebuah pemandangan malam yang penuh dengan simbolisme, mengaitkan elemen-elemen alam seperti bulan dan laut dengan tema kesetiaan dan mimpi. Struktur puisi ini terbagi menjadi beberapa bagian yang menggambarkan perubahan suasana dan perasaan yang berkembang dari keheningan malam menuju konflik emosional yang mendalam.

Simbolisme Bulan dan Laut

"Bulan ngambang di laut dan pecah di pucuk ombak / Bulan mengaca di nafas malam, redup lampu kapal"

Di bagian awal puisi, bulan dan laut menjadi simbol utama yang menciptakan suasana malam yang penuh misteri dan keheningan. Bulan yang "ngambang" dan "pecah di pucuk ombak" menciptakan citra visual yang kuat, menggambarkan bagaimana keindahan dan kekuatan alam bisa memengaruhi suasana hati dan pikiran. Bulan juga mencerminkan refleksi dan introspeksi, sementara laut menggambarkan kedalaman emosional dan gairah yang tak tertahan.

Konflik Kesetiaan dan Cita-Cita

"Tak ada lelaki yang cukup setia pada satu rumah saja / Karena bulan indah berdarah merah, ombak yang menderu / Karena malam penuh mimpi, laut penuh gairah nafsu"

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa kesetiaan sering kali tergoda oleh daya tarik dan hasrat yang ada di luar jangkauan. Dengan menyebutkan bulan yang berdarah merah dan ombak yang menderu, penulis menunjukkan bahwa gairah dan mimpi sering kali mengalahkan komitmen dan kesetiaan dalam hubungan. Ini mencerminkan ketidakstabilan dan ketidakpastian dalam kehidupan manusia, di mana keinginan dan emosi sering kali mendominasi rasio dan komitmen.

Mimpi dan Realitas

"Kita diam dan mimpi makin dalam merasuk malam. Tak ada / lelaki yang cukup setia pada satu rumah saja"

Dalam bagian ini, puisi menyoroti bagaimana mimpi dan keinginan dapat merasuk lebih dalam ke dalam kehidupan seseorang, meninggalkan realitas di belakang. Ketidakmampuan untuk tetap setia pada satu pasangan atau rumah menjadi gambaran dari perjuangan internal antara keinginan pribadi dan tanggung jawab.

Kesetiaan dan Keputusasaan

"Perempuan ini bicara tentang harapan yang tersia / Kita telah sama kehilangan pegangan dalam galau ini kota / Kita telah kehilangan apa yang kita genggam karena semuanya / tak berakar pada tangan"

Bagian ini menunjukkan rasa kehilangan dan keputusasaan, dengan menekankan bagaimana harapan dan impian sering kali berakhir sia-sia ketika dihadapkan pada kenyataan yang keras. Ketidakmampuan untuk mempertahankan apa yang telah digenggam dan rasa kehilangan yang mendalam menjadi tema sentral, mencerminkan ketidakstabilan dalam hubungan dan kehidupan.

Penutup dan Refleksi

"Kususuri malam dengan jemariku. Nafasnya / sepi angin laut. Kutumbanbangkan ia. Tak ada / satu lelaki cukup setia pada satu perempuan saja"

Penutup puisi ini mencerminkan perasaan ketidakmampuan untuk menemukan kedamaian dan kesetiaan di tengah kekacauan dan kesedihan. Dengan menggambarkan penyelaman ke dalam malam dan angin laut yang sepi, penulis mengungkapkan rasa putus asa dan keinginan untuk menemukan kepastian dan kedamaian yang sulit didapat.

Interpretasi

Puisi "Sindang Laut" mengajak pembaca untuk merenungkan tema kesetiaan, gairah, dan keputusasaan dalam konteks hubungan dan eksistensi manusia. Dengan menggunakan simbolisme bulan dan laut, Ajip Rosidi menciptakan gambaran yang kuat tentang bagaimana gairah dan mimpi dapat mengganggu komitmen dan kesetiaan, serta bagaimana perjuangan untuk mempertahankan harapan dan cinta dapat berakhir dalam keputusasaan.

Puisi ini juga menyoroti ketidakmampuan untuk tetap setia dan kehilangan yang sering kali dihadapi dalam kehidupan, menggambarkan bagaimana keinginan dan emosi sering kali mengatasi rasio dan tanggung jawab. Melalui penggunaan imaji yang kuat dan tema yang mendalam, puisi ini menawarkan refleksi yang mendalam tentang kondisi manusia dan pencarian untuk makna dan kepastian dalam kehidupan yang penuh gejolak.

Puisi Ajip Rosidi
Puisi: Sindang Laut
Karya: Ajip Rosidi

Biodata Ajip Rosidi:
  • Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
  • Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
  • Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Tanah Sunda Kemana pun berjalan, terpandang daerah ramah di sana Kemana pun ngembara, kujumpa manusia hati terbuka mesra menerima. 'Pabila pun berseru menggetar…
  • Pantun Musim Dingin Di musim dingin salju pun turun Hanya hamparan putih terlihat; Usia bertambah dari tahun ke tahun Kian dekat ke liang lahat. Di musim…
  • Rampas Lama bintang tak muncul gadis di pelukan orang. Dan sejuk angin ke dada - pelukan hampa - gadis tak kembali dan bintang tak muncul-muncul. Sumber: Pest…
  • Jante Arkidam Sepasang mata biji saga Tajam tangannya lelancip gobang Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang Arkidam, Jante Arkidam. Dinding tembok hany…
  • Tiada yang Lebih Aman Tiada yang lebih aman, pun tiada yang lebih nikmat Membayangkan masa lampau yang dalam kenangan terpahat. Tiada yang lebih berat, pun tiada yang lebi…
  • Tanah Air (1) Ada hijau pegunungan Ada biru lautan Ada hijau Ada biru Langit dan hatiku Adalah aku pucuk tatapan Ada pucuk Ada tatapan Ada pucuk senapan Mengarah ke …
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.