Puisi: Catatan Agustus (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Catatan Agustus" karya Diah Hadaning menawarkan refleksi mendalam tentang kemerdekaan dan keterhubungan antara manusia, alam, dan tradisi.
Catatan Agustus (1):
Dialog Perempuan dan Alam

Bulan bening kuning emas
menyinari alam sunyi
menyinari alam hati
tetabuhan terus bergaung
di udara berembun
orang-orang pondok pucung
hatinya berkidung.

Bulan bening dini hari
selendang di arena menari
pohonan mulai membayang
samar-samar menuju terang
langit pagi menyapa
perempuan adakah duka tersisa
o, sedang kuhayati makna merdeka.

Embun-embun bening
hati-hati bening
suara-suara bening
sesaat lagi semua kutinggalkan
sebutir embun dalam sukma bersarang
langit pagi kembali menyapa
perempuan menunjuk dada.

Bogor, Agustus 1997

Catatan Agustus (2)

Pesona ruh dua warna itu
mendepak dan menendang
menggeliat dan menerjang
bicara makna kehadirannya
Kemerdekaan!
tapi para Sengkuni merajalela
tapi para durna makin temaha
aku cemas aku gemas.

Bapa, kusaksikan begitu lama
bapa, kutunggu perubahan nyata

Yudistira, benihkan kejujuran di tanah ini
Bima, kukuhkan ketegaran jiwa bangsa ini
Harjuna, ruhkan kesaktian juang anak negeri
Nakula Sahadewa, berikan makna budi yang lupa diri
Kemerdekaan itu, pesona itu
bersihkan dari limbah hitam dalam jiwa
bebaskan dari udara jelaga purba
lusa manakala angka berubah makna
yang sat jadi sapta
religi buana dalam sabda
menyusur lorong bencana
bingkai tetarian dosa
langkahku zikir purba
kala-kala sumingkira!

Bogor, 2006

Analisis Puisi:

Puisi "Catatan Agustus" karya Diah Hadaning adalah sebuah karya yang menggabungkan refleksi mendalam tentang kemerdekaan dengan kepekaan terhadap alam dan tradisi. Melalui dua bagian yang berbeda namun saling melengkapi, puisi ini mengeksplorasi tema-tema kemerdekaan, perubahan, dan keterhubungan antara manusia dan alam.

Bagian Pertama: Dialog Perempuan dan Alam

  • Bulan dan Alam: Bagian pertama puisi dimulai dengan gambaran bulan bening kuning emas yang menerangi alam dan hati. Bulan di sini berfungsi sebagai simbol pencerahan dan refleksi, sementara "alam sunyi" dan "hatinya berkidung" menggambarkan suasana tenang dan kedamaian. Bulan dan alam berfungsi sebagai metafora untuk pikiran dan perasaan yang sedang dalam proses pencerahan dan pemahaman.
  • Selendang dan Pohonan: Deskripsi tentang "selendang di arena menari" dan pohonan yang membayang menuju terang menciptakan citra yang indah dan simbolis. Selendang yang digunakan dalam tarian menggambarkan keindahan dan gerakan, sementara pohonan yang membayang menuju terang mencerminkan proses menuju pencerahan dan pemahaman tentang kemerdekaan.
  • Embun dan Hati: Embun-embun bening yang disebutkan di sini melambangkan kesucian dan kesegaran. Frasa "sebutir embun dalam sukma bersarang" menunjukkan perasaan yang mendalam dan murni yang tersimpan di dalam diri. Langit pagi yang kembali menyapa menggambarkan kesempatan baru dan refleksi tentang kemerdekaan yang telah diperoleh dan dipahami.

Bagian Kedua: Pesona dan Kemerdekaan

  • Pesona dan Makna Kemerdekaan: Bagian kedua puisi memperkenalkan konsep pesona ruh dua warna yang menggambarkan kemerdekaan dengan penuh energi dan dinamika. Namun, puisi juga menyoroti adanya konflik dan ketidakpuasan dengan adanya karakter-karakter seperti Sengkuni dan Durna yang merajalela. Ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap keadaan politik dan sosial saat ini yang tidak sesuai dengan harapan kemerdekaan yang sejati.
  • Referensi Tokoh Mahabharata: Dalam bagian ini, puisi menyebutkan tokoh-tokoh dari epos Mahabharata seperti Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa. Setiap tokoh dihubungkan dengan nilai-nilai seperti kejujuran, ketegaran, kesaktian, dan budi pekerti. Melalui referensi ini, puisi menyiratkan kebutuhan untuk kembali ke nilai-nilai moral dan etika yang kuat sebagai dasar untuk membangun kemerdekaan yang sebenarnya.
  • Kritikan dan Harapan: Puisi juga menyampaikan kritik terhadap keadaan yang dianggap tidak memenuhi janji kemerdekaan. Frasa "kemerdekaan itu, pesona itu" dan panggilan untuk membersihkan "limbah hitam" dan "udara jelaga purba" mencerminkan keinginan untuk reformasi dan pembaharuan. Konsep "lusa manakala angka berubah makna" menunjukkan harapan bahwa perubahan akan terjadi di masa depan, memperbaiki keadaan yang ada.
  • Zikir Purba dan Lorong Bencana: Penutup puisi mencerminkan rasa kesadaran dan refleksi mendalam. Frasa "langkahku zikir purba" dan "kala-kala sumingkira" menunjukkan usaha untuk menghubungkan dengan tradisi dan sejarah sambil mencari jalan keluar dari bencana dan dosa. Ini menyoroti pentingnya spiritualitas dan kesadaran historis dalam proses menuju pembaharuan.
Puisi "Catatan Agustus" karya Diah Hadaning menawarkan refleksi mendalam tentang kemerdekaan dan keterhubungan antara manusia, alam, dan tradisi. Melalui gambaran bulan, embun, dan referensi epos Mahabharata, puisi ini mengeksplorasi tema-tema keindahan, perjuangan, dan harapan untuk masa depan. Keterhubungan antara alam dan kemerdekaan digambarkan dengan kuat, mencerminkan bagaimana nilai-nilai dan harapan kemerdekaan harus diperbarui dan dipertahankan dalam konteks perubahan sosial dan politik. Puisi ini memberikan pandangan yang mendalam dan penuh perasaan tentang perjalanan menuju pemahaman kemerdekaan yang sebenarnya, sambil tetap menghargai tradisi dan sejarah.

Puisi: Dialog Perempuan dan Alam
Puisi: Dialog Perempuan dan Alam
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.