Puisi: Di Bukit Wahyu (Karya D. Zawawi Imron)

Puisi "Di Bukit Wahyu" karya D. Zawawi Imron mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara kekuatan ilahi, alam, dan perjalanan batin mereka, ...
Di Bukit Wahyu

Tengah hari di bukit wahyu kubaca Puisi-Mu.
Aku tak tahu manakah yang lebih biru,
langitkah atau hatiku?

"Kun!" perintah-Mu.
Maka terjadilah alam,
rahmat dan sorga.
Bahkan di hidung anjing
Kau bedakan sejuta bau.

Dalam jiwaku kini hinggap sehelai daun yang gugur.
Selanjutnya senandung,
lalu matahari mundur ke ufuk timur,
waktu pun kembali pagi.

Di mata embun membias rentetan riwayat,
mengeja-ngeja desir darahku.
Ada selubung lepas dariku,
angin pun bangkit dari paruh kepodang di pucuk pohon kenanga.

1979

Sumber: Bulan Tertusuk Lalang (1982)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Bukit Wahyu" karya D. Zawawi Imron adalah sebuah karya yang menonjolkan keindahan alam dan kedalaman spiritual melalui bahasa puitis yang sarat dengan simbolisme dan metafora. Melalui puisi ini, Zawawi mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara alam, spiritualitas, dan pengalaman pribadi dalam konteks waktu dan keberadaan.

Tema dan Makna

  • Kontemplasi Alam dan Spiritualitas: Puisi ini dimulai dengan gambar yang tenang dan reflektif, yaitu "Tengah hari di bukit wahyu kubaca Puisi-Mu." Bukit Wahyu sebagai latar menunjukkan tempat yang penuh dengan ketenangan dan keagungan, di mana pembicara dapat merenungkan puisi dan kehadiran Tuhan. Ada perasaan kehadiran ilahi dan keindahan alam yang menyatu, menjadikan momen ini sebagai pengalaman spiritual.
  • Pertanyaan tentang Kebiruan: Zawawi menggunakan perbandingan "Aku tak tahu manakah yang lebih biru, langitkah atau hatiku?" untuk menyiratkan kedalaman emosi dan spiritualitas yang dirasakan oleh pembicara. Biru, sebagai warna yang sering dikaitkan dengan kedamaian dan kedalaman, mencerminkan perasaan batin yang mendalam dan reflektif.
  • Kehadiran Ilahi dalam Alam: Pernyataan "Kun!" perintah-Mu. Maka terjadilah alam, rahmat dan sorga" mencerminkan kepercayaan bahwa alam adalah manifestasi dari kehendak ilahi. Zawawi menggarisbawahi kekuatan dan keajaiban Tuhan yang mampu menciptakan dan membedakan segala sesuatu di alam semesta, termasuk bau-bauan yang dirasakan oleh anjing.
  • Simbolisme Daun dan Waktu: Daun yang gugur dalam jiwa pembicara melambangkan siklus kehidupan dan transisi. Proses senandung dan matahari mundur ke ufuk timur menggambarkan perjalanan waktu dan perubahan yang terus menerus. Konsep waktu kembali pagi menunjukkan siklus harian dan kemungkinan pembaruan serta harapan.
  • Embun dan Rentetan Riwayat: Embun yang membias rentetan riwayat merupakan simbol dari refleksi dan introspeksi. Zawawi menggunakan imaji ini untuk menggambarkan bagaimana pengalaman hidup dan sejarah pribadi membentuk diri kita. Desir darah yang dieja mengindikasikan keterhubungan yang mendalam antara tubuh dan pengalaman spiritual.
  • Selubung dan Kebangkitan Angin: Selubung yang lepas dariku melambangkan pelepasan atau perubahan yang terjadi dalam diri seseorang. Angin yang bangkit dari paruh kepodang di pucuk pohon kenanga menunjukkan pembaharuan dan kehadiran yang segar, yang menyegarkan jiwa dan memberikan perspektif baru.

Gaya Bahasa dan Teknik Puitis

  • Penggunaan Imaji dan Metafora: Zawawi mengandalkan imaji dan metafora untuk menciptakan gambar-gambar yang kuat dan evocative. Misalnya, "selubung lepas dariku" dan "angin pun bangkit dari paruh kepodang" menggunakan bahasa simbolis untuk menggambarkan pengalaman batin dan perubahan.
  • Pola dan Struktur: Puisi ini mengikuti struktur yang relatif bebas, dengan fokus pada gambar-gambar dan perasaan yang disampaikan. Struktur ini memberikan ruang bagi pembaca untuk meresapi setiap elemen tanpa terikat oleh pola yang ketat.
  • Simbolisme: Simbolisme yang digunakan dalam puisi ini, seperti bukit wahyu, daun yang gugur, dan embun, menambah kedalaman makna dan memungkinkan pembaca untuk merenungkan aspek-aspek spiritual dan eksistensial dari kehidupan.
Puisi "Di Bukit Wahyu" karya D. Zawawi Imron adalah sebuah karya yang memadukan keindahan alam dengan refleksi spiritual yang mendalam. Melalui penggunaan metafora, simbolisme, dan imaji, Zawawi menggambarkan pengalaman spiritual dan kontemplasi pribadi dalam konteks alam dan waktu. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara kekuatan ilahi, alam, dan perjalanan batin mereka, serta mengingatkan kita akan keindahan dan kedalaman dari pengalaman hidup yang sering kali tersembunyi di balik penampilan sehari-hari.

Puisi D. Zawawi Imron
Puisi: Di Bukit Wahyu
Karya: D. Zawawi Imron

Biodata D. Zawawi Imron:
  • D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.