Puisi: Syair untuk Seorang Petani (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Syair untuk Seorang Petani" karya Taufiq Ismail menunjukkan bagaimana dedikasi, pengorbanan, dan kerja keras dapat membawa perubahan besar ...
Syair untuk Seorang Petani dari Waimital, Pulau Seram, yang pada Hari Ini Pulang ke Almamaternya

(1)

Dia mahasiswa tingkat terakhir
ketika di tahun 1964 pergi ke pulau Seram
untuk tugas membina masyarakat tani di sana.
Dia menghilang
15 tahun lamanya.
Orangtuanya di Langsa
memintanya pulang.
IPB memanggilnya
untuk merampungkan studinya,
tapi semua
sia-sia.

(2)

Dia di Waimital jadi petani
Dia menyemai benih padi
Orang-orang menyemai benih padi
Dia membenamkan pupuk di bumi
Orang-orang membenamkan pupuk di bumi
Dia menggariskan strategi irigasi
Dia menakar klimatologi hujan
Orang-orang menampung curah hujan
Dia membesarkan anak cengkeh
Orang kampung panen raya kebun cengkeh
Dia mengukur cuaca musim kemarau
Orang-orang jadi waspada makna bencana kemarau
Dia meransum gizi sapi Bali
Orang-orang menggemukkan sapi Bali
Dia memasang fondasi tiang lokal sekolah
Orang-orang memasang dinding dan atapnya
Dia mengukir alfabet dan mengamplas angka-angka
Anak desa jadi membaca dan menyerap matematika
Dia merobohkan kolom gaji dan karir birokrasi

Kasim Arifin, di Waimital
Jadi petani.

(3)

Dia berkaus oblong
Dia bersandal jepit
Dia berjalan kaki
20 kilometer sehari
Sesudah meriksa padi
Dan tata palawija
Sawah dan ladang
Orang-orang desa
Dia melintas hutan
Dia menyeberang sungai
Terasa kelepak elang
Bunyi serangga siang
Sengangar tengah hari
Cericit tikus bumi
Teduh pohonan rimba
Siang makan sagu
Air sungai jernih
Minum dan wudhukmu
Bayang-bayang miring
Siul burung tekukur
Bunga alang-alang
Luka-luka kaki
Angin sore-sore
Mandi gebyar-gebyur
Simak suara azan
Jamaah menggesek bumi
Anak petani diajarnya
Logika dan matematika
Lampu petromaks bergoyang
Angin malam menggoyang
Kasim merebah badan
Di pelupuh bambu
Tidur tidak berkasur.

(4)

Dia berdiri memandang ladang-ladang
Yang ditebas dari hutan rimba
Di kakinya terjepit sepasang sandal
Yang dipakainya sepanjang Waimital
Ada bukit-bukit yang dulu lama kering
Awan tergantung di atasnya
Mengacungkan tinju kemarau yang panjang
Ada bukit-bukit yang kini basah
Dengan wana sapuan yang indah
Sepanjang mata memandang
Dan perladangan yang sangat panjang
Kini telah gembur, air pun berpacu-pacu
Dengan sepotong tongkat besar, tiga tahun lamanya
Bersama puluhan transmigran
Ditusuk-tusuknya tanah kering kerontang
Dan air pun berpacu-pacu
Delapan kilometer panjangnya
Tanpa mesin-mesin, tiada anggaran belanja
Mengairi tanah 300 hektar luasnya
Kulihat potret dirimu, Sim, berdiri di situ
Muhammad Kasim Arifin, di sana,
Berdiri memandang ladang-ladang
Yang telah dikupasnya dari hutan rimba
Kini sekawanan sapi Bali mengibas-ngibaskan ekor
Di padang rumput itu
Rumput gajah yang gemuk-gemuk
Sayur-sayuran yang subur-subur
Awan tergantung di atas pulau Seram
Dikepung lautan biru yang amat cantiknya
Dari pulau itu, dia telah pulang
Dia yang dikabarkan hilang
Lima belas tahun lamanya
Di Waimital Kasim mencetak harapan
Di kota kita mencetak keluhan
(Aku jadi ingat masa kita diplonco
Dua puluh dua tahun yang lalu)
Dan kemarin, di tepi kali Ciliwung aku berkaca
Kulihat mukaku yang keruh dan leherku yang berdasi
Kuludahi bayanganku di air itu karena rasa maluku
Ketika aku mengingatmu, Sim
Di Waimital engkau mencetak harapan
Di kota, kami …
Padahal awan yang tergantung di atas Waimital, adalah
Awan yang tergantung di atas kota juga
Kau kini telah pulang
Kami memelukmu.

1979

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Syair untuk Seorang Petani" karya Taufiq Ismail merupakan sebuah karya yang mendalam dan penuh makna, yang tidak hanya mengisahkan kehidupan seorang petani bernama Kasim Arifin, tetapi juga menyajikan kritik sosial dan refleksi diri yang tajam. Melalui puisi ini, Taufiq Ismail menggambarkan dedikasi, pengorbanan, dan keberhasilan seorang petani yang memilih untuk meninggalkan kehidupan kota dan memilih jalur hidup yang penuh tantangan di pedesaan.

Bagian (1): Kasim Arifin dan Penghilangannya

Puisi dibuka dengan cerita tentang Kasim Arifin, seorang mahasiswa yang berada di tahun terakhir studinya pada tahun 1964. Dia memutuskan untuk pergi ke Pulau Seram dengan tujuan membina masyarakat tani di sana. Keputusannya ini menandai awal dari penghilangannya selama 15 tahun. Orang tuanya di Langsa memintanya pulang, bahkan Institut Pertanian Bogor (IPB) memanggilnya untuk merampungkan studi, tetapi semua usaha itu sia-sia.

Bagian ini menggambarkan keputusan besar yang diambil oleh Kasim Arifin untuk meninggalkan segala sesuatu yang telah ia kenal, termasuk keluarganya dan kesempatan untuk menyelesaikan studinya. Keputusan ini menunjukkan tekad dan pengabdiannya terhadap masyarakat tani di Pulau Seram.

Bagian (2): Kasim Arifin sebagai Petani

Di bagian kedua, Taufiq Ismail memaparkan kehidupan Kasim Arifin di Waimital sebagai seorang petani. Dia tidak hanya menjadi petani biasa, tetapi juga seorang yang memimpin masyarakat setempat dalam berbagai aktivitas pertanian. Kasim terlibat dalam setiap aspek pertanian, mulai dari menyemai benih, membenamkan pupuk, hingga merencanakan strategi irigasi dan mengukur cuaca.

Kasim tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi juga memberikan kontribusi besar kepada masyarakat dengan mengajarkan mereka berbagai ilmu dan keterampilan. Dia mengajarkan masyarakat tentang klimatologi, cara menanam cengkeh, cara membesarkan sapi Bali, dan bahkan membangun sekolah untuk anak-anak desa.

Di sini, Taufiq Ismail menunjukkan bagaimana Kasim Arifin menjadi sosok yang penting dalam masyarakat pedesaan. Dia adalah seorang pemimpin, pendidik, dan pemberi harapan bagi masyarakat Waimital.

Bagian (3): Kehidupan Sederhana Kasim Arifin

Bagian ketiga puisi ini menggambarkan kehidupan sederhana Kasim Arifin. Dia berkaus oblong, bersandal jepit, dan berjalan kaki 20 kilometer sehari untuk memeriksa sawah dan ladang masyarakat desa. Kehidupan Kasim di pedesaan penuh dengan kerja keras dan tantangan, tetapi juga diisi dengan kesederhanaan dan kedekatan dengan alam.

Melalui deskripsi ini, Taufiq Ismail menunjukkan bahwa kehidupan yang dipilih oleh Kasim jauh dari kemewahan. Namun, di balik kesederhanaan ini, terdapat dedikasi yang luar biasa untuk melayani masyarakat dan memberikan yang terbaik bagi mereka.

Bagian (4): Keberhasilan Kasim Arifin dan Refleksi Diri

Bagian terakhir dari puisi ini menggambarkan keberhasilan Kasim Arifin dalam mengubah Waimital. Dari ladang-ladang yang dulu kering, kini menjadi subur dan produktif. Kasim telah berhasil membangun sistem irigasi sepanjang 8 kilometer yang mengairi lahan seluas 300 hektar tanpa menggunakan mesin dan tanpa anggaran belanja.

Keberhasilan ini bukan hanya sekadar pencapaian pribadi, tetapi juga pencapaian bagi seluruh masyarakat Waimital. Mereka sekarang menikmati hasil dari kerja keras dan dedikasi Kasim selama 15 tahun.

Namun, bagian ini juga mengandung kritik sosial dan refleksi diri yang mendalam. Taufiq Ismail, melalui tokoh narator, merasa malu ketika mengingat kehidupan Kasim yang penuh pengorbanan dan dedikasi, sementara dirinya sendiri terjebak dalam kehidupan kota yang penuh dengan keluhan dan kepuasan diri.

"Kuludahi bayanganku di air itu karena rasa maluku / Ketika aku mengingatmu, Sim / Di Waimital engkau mencetak harapan / Di kota, kami …"

Narator merasa bersalah dan malu karena tidak mampu memberikan kontribusi yang sama seperti yang telah dilakukan oleh Kasim. Narator juga menyadari bahwa awan yang tergantung di atas Waimital adalah awan yang sama dengan yang ada di atas kota, yang menunjukkan bahwa tantangan dan harapan ada di mana-mana, tergantung pada bagaimana kita menghadapinya.

Puisi "Syair untuk Seorang Petani" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya yang kaya akan makna dan penuh dengan pesan sosial. Melalui kisah Kasim Arifin, Taufiq Ismail menunjukkan bagaimana dedikasi, pengorbanan, dan kerja keras dapat membawa perubahan besar bagi masyarakat. Puisi ini juga menyajikan kritik sosial terhadap kehidupan kota yang sering kali penuh dengan keluhan, sementara di pedesaan, terdapat orang-orang seperti Kasim yang bekerja tanpa pamrih untuk menciptakan harapan dan perubahan.

Karya ini mengajak kita untuk merenung tentang kontribusi kita terhadap masyarakat dan bagaimana kita bisa belajar dari kesederhanaan dan ketulusan seorang petani seperti Kasim Arifin.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Syair untuk Seorang Petani
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.