Puisi: Dadang, Pemetik Kecapi Tua (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Dadang, Pemetik Kecapi Tua" karya Taufiq Ismail menghidupkan gambaran tentang seorang pemetik kecapi yang bijaksana dan mendalam dalam ...
Dadang, Pemetik Kecapi Tua
(Kepada Bahrum Rangkuti)

Dilingkarkannya angin pegunungan pada denting-denting
selalu di suara sendu berlagu margasatwa

Bila Dadang tiba tua,
dan ada bersua senyap angin bening lembah

Kumandanglah kumandang timang desir lena angin subuh
bambu-bambu berlagu selalu rindu

Sepagi embun Dadang tua tiba,
menyingkap cadar hari berlagu lembah biru
dan burung pagi mengitari dada bumi.

Sumber: Siasat (Juli, 1954)

Analisis Puisi:

Puisi "Dadang, Pemetik Kecapi Tua" karya Taufiq Ismail menghidupkan gambaran tentang seorang pemetik kecapi yang bijaksana dan mendalam dalam suasana alam. Dengan bahasa yang penuh dengan citra dan simbol, puisi ini menyelami tema-tema tentang waktu, kehidupan, dan hubungan antara manusia dan alam.

Deskripsi dan Atmosfer

Puisi ini membuka dengan gambaran yang indah dan penuh kedamaian: "Dilingkarkannya angin pegunungan pada denting-denting selalu di suara sendu berlagu margasatwa." Di sini, Ismail menciptakan suasana yang tenang dan menenangkan dengan mencampurkan elemen angin pegunungan dan dentingan kecapi, menyiratkan sebuah keharmonisan antara musik dan alam.

Karakter Dadang

Dadang, sebagai tokoh sentral dalam puisi ini, digambarkan sebagai seorang yang sudah tua dan bijaksana. "Bila Dadang tiba tua" mengindikasikan bahwa meskipun usia telah lanjut, Dadang tetap membawa kehadiran dan kebijaksanaan yang mendalam. Ketenangan dan kedamaian yang dibawanya sangat terasa saat "ada bersua senyap angin bening lembah," menandakan kedekatannya dengan alam dan kehadirannya yang tenang.

Simbolisme Alam

Simbolisme dalam puisi ini sangat kuat. "Kumandang timang desir lena angin subuh" dan "bambu-bambu berlagu selalu rindu" menghubungkan Dadang dengan alam melalui suara dan musik. Suara angin dan bambu menambah dimensi kedalaman dan keindahan pada gambaran yang ditawarkan oleh puisi ini. Embun pagi dan burung pagi yang mengitari "dada bumi" memperkuat kesan bahwa Dadang adalah bagian tak terpisahkan dari siklus kehidupan dan alam.

Refleksi Waktu dan Kehidupan

Puisi ini juga menyentuh tema waktu dan kehidupan. "Sepagi embun Dadang tua tiba" menunjukkan bagaimana kehadiran Dadang, meskipun sudah tua, tetap menjadi bagian penting dari rutinitas pagi. Menyingkap "cadar hari berlagu lembah biru" mencerminkan bagaimana Dadang, dengan kehadirannya, membantu membuka hari dengan melodi yang indah, yang mungkin juga melambangkan kebijaksanaan dan kearifan yang ia bawa.

Penutup dan Makna

Penutup puisi memperkuat tema kedamaian dan harmoni yang dibawa oleh Dadang. Dengan menghubungkan setiap elemen dari puisi—dari angin pegunungan hingga dentingan kecapi—Ismail menciptakan sebuah gambaran utuh tentang bagaimana seorang individu yang bijaksana dapat menyatu dengan alam dan memberikan rasa kedamaian dan keindahan kepada dunia di sekelilingnya.

Puisi "Dadang, Pemetik Kecapi Tua" adalah sebuah karya yang menyoroti keindahan dan kedamaian melalui hubungan harmonis antara manusia dan alam. Taufiq Ismail dengan cermat menggunakan citra dan simbol untuk menggambarkan karakter Dadang sebagai sosok yang bijaksana dan terhubung dengan alam. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kedalaman kehidupan dan bagaimana kehadiran individu yang bijaksana dapat membawa ketenangan dan keindahan dalam keseharian kita.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Dadang, Pemetik Kecapi Tua
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.