Analisis Puisi:
Puisi "Berita dari Kaki Gunung Muria" karya Diah Hadaning menyuguhkan sebuah refleksi mendalam tentang hubungan antara manusia, alam, dan dampak modernitas terhadap lingkungan. Dengan menggunakan bahasa yang puitis dan simbolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kekuatan alam, kearifan leluhur, serta tantangan yang dihadapi di era modern.
Menyusuri Jalan Setapak Nini
Pembukaan puisi dengan "Menyusuri jalan setapak nini" memberikan kesan nostalgia dan menghormati perjalanan spiritual serta sejarah leluhur. Jalan setapak ini melambangkan perjalanan menuju pemahaman dan kearifan yang telah diwariskan oleh generasi sebelumnya.
Cinta Moyang dan Sabda Sang Pemangku
"Cinta moyang sepanjang kurun" mencerminkan kedalaman hubungan spiritual yang terjalin dengan alam dari generasi ke generasi. Puisi ini mengungkapkan bagaimana nilai-nilai dan kebijaksanaan leluhur, seperti sabda Sang Pemangku, masih memengaruhi cara pandang terhadap alam.
Satwa Gunung dan Racun Pembunuh
"Satwa gunung sahabat alam sejati" menunjukkan hubungan harmonis antara satwa dan lingkungan alam. Namun, ada kekhawatiran tentang "racun pembunuh" yang mencerminkan ancaman dari perilaku manusia yang merusak. Konteks ini memperlihatkan ketegangan antara pelestarian alam dan eksploitasi lingkungan.
Menjaga Waktu dan Tembang Air Terjun Montel
Frasa "selalu setia menjaga waktu" menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan dan kesinambungan dalam hubungan dengan alam. "Tembangkanlah desir air terjun Montel" mengajak untuk mengingat kembali keindahan dan kedamaian alam yang terletak di kaki Gunung Muria. Alam, dengan segala keindahannya, dipandang sebagai berkat dan sumber kasih.
Konsekuensi Modernitas
Bagian puisi yang menggambarkan "beton-beton baja nusuki angkasa" dan "pilar-pilar kilang merejam bumi" menunjukkan dampak negatif dari modernisasi dan industrialisasi terhadap lingkungan. Pembangunan yang merusak, dalam pandangan puisi ini, dapat menghancurkan keharmonisan dan keindahan alam.
Kewaspadaan Terhadap Kehancuran
Peringatan terakhir "bapakmu khadam sang Wali kan mati dua kali oleh ruh barat tanpa kendali" menggarisbawahi bahaya dari kehilangan kendali dan dampak destruktif dari peradaban modern terhadap lingkungan. Penutup puisi, "semua jadi abu pasti," mengingatkan akan potensi kehancuran yang akan datang jika tidak ada perubahan dalam cara kita berinteraksi dengan alam.
Puisi "Berita dari Kaki Gunung Muria" karya Diah Hadaning adalah sebuah puisi yang menggabungkan kearifan leluhur, keindahan alam, dan kritik terhadap dampak modernitas. Melalui simbol-simbol seperti jalan setapak, satwa gunung, dan beton-beton, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam. Diah Hadaning menggunakan bahasa yang penuh makna untuk menekankan perlunya kesadaran dan tanggung jawab dalam melindungi lingkungan, sekaligus menghargai warisan budaya dan kearifan leluhur.
Puisi: Berita dari Kaki Gunung Muria
Karya: Diah Hadaning