Puisi: Di Taman Pahlawan (Karya Mustofa Bisri)

Puisi "Di Taman Pahlawan" bukan hanya menggambarkan pertemuan fisik antara tokoh-tokoh sejarah, tetapi juga menghadirkan pertanyaan moral dan ...
Di Taman Pahlawan

Di Taman Pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincang-
bincang tentang keberanian dan perjuangan.
Mereka bertanya-tanya apakah ada yang mewariskan semangat
perjuangan dan pembelaan kepada yang
ditinggalkan.
Ataukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan ini
sudah tinggal menjadi dongeng dan slogan?
Banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkan
dengan perasaan malu dan sungkan.
Tokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa mereka
kemari karena menyangka mereka juga pejuang-
pejuang pemberani. Lalu menyesali diri mereka sendiri yang dulu
terlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagah
berani tanpa mengindahkan nurani.
(Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat mereka
lebih tertekan)
Apakah ini yang namanya siksa kubur?
Tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takabur
Tapi kalau kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan ini
akan sepi penghuni, kata yang lain menghibur.
Tiba-tiba mereka mendengar Marsinah.
Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan,
yang betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan,
begitu girang menunggu salvo ditembakkan dan genderang
penghormatan ditabuh lirih mengiringi kedatangan
wanita muda yang gagah perkasa itu.
Di atas, Marsinah yang berkerudung awan putih
berselendang pelangi tersenyum manis sekali:
Maaf kawan-kawan, jasadku masih dibutuhkan
untuk menyingkapkan kebusukan dan membantu mereka
yang mencari muka.
Kalau sudah tak diperlukan lagi
biarlah mereka menanamkannya di mana saja di persada ini
sebagai tumbal keadilan atau sekedar bangkai tak berarti.

1441 H

Sumber: Pahlawan dan Tikus (1995)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Taman Pahlawan" karya Mustofa Bisri merupakan sebuah karya sastra yang mendalam, menggambarkan pertemuan dan percakapan para pahlawan yang berada di Taman Pahlawan.

Kritik terhadap Semangat Perjuangan: Puisi membuka pembahasan dengan pertanyaan apakah semangat perjuangan dan pembelaan masih diwariskan atau sudah menjadi dongeng dan slogan. Ini menggambarkan keraguan terhadap keberlanjutan semangat pahlawan dalam masyarakat modern yang lebih terfokus pada pembangunan.

Ironi Tokoh-Tokoh di Taman Pahlawan: Tokoh-tokoh di Taman Pahlawan disajikan dengan nuansa ironi. Mereka diam-diam mendengarkan pembicaraan para pahlawan, merasa malu dan sungkan karena peran mereka yang mungkin lebih simbolis daripada nyata. Ironi ini menciptakan gambaran tentang bagaimana ketenaran dan kebaikan bisa menjadi beban bagi seseorang.

Pemahaman yang Keliru tentang Pahlawan: Puisi menyoroti pemahaman keliru masyarakat terhadap pahlawan. Ada tokoh-tokoh yang dianggap pahlawan padahal sebenarnya hanya peran mereka sebagai simbol. Pemilihan tokoh-tokoh ini mencerminkan kritik terhadap pencitraan yang berlebihan tanpa mengindahkan nurani.

Pertanyaan tentang Siksa Kubur: Dengan mengajukan pertanyaan tentang apakah ini yang disebut sebagai siksa kubur, puisi menyentuh dimensi spiritual dan moral. Ini menciptakan suasana refleksi terhadap perbuatan dan tindakan di masa lalu yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Kehadiran Marsinah: Kehadiran Marsinah memberikan sentuhan dramatis pada puisi. Wanita muda yang gagah perkasa ini disajikan sebagai pahlawan sejati yang masih dibutuhkan jasanya untuk menyingkap kebusukan dan membantu pencari keadilan. Ini menciptakan perbandingan antara pahlawan sejati dan mereka yang hanya dianggap pahlawan.

Kritik terhadap Kebusukan dan Keadilan: Puisi menyiratkan kritik terhadap kebusukan dalam masyarakat dan kebutuhan akan keadilan. Marsinah diwakili sebagai tokoh yang menyingkap kebenaran, bahkan setelah kematian. Pilihan kata "tumbal keadilan" dan "bangkai tak berarti" menciptakan kesan kepiluan dan ketidakadilan.

Puisi "Di Taman Pahlawan" bukan hanya menggambarkan pertemuan fisik antara tokoh-tokoh sejarah, tetapi juga menghadirkan pertanyaan moral dan spiritual tentang arti pahlawan dan keadilan. Mustofa Bisri berhasil menggabungkan elemen-elemen ini dengan bahasa yang padu dan indah, menciptakan puisi yang memprovokasi pikiran pembaca.

Mustofa Bisri
Puisi: Di Taman Pahlawan
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Biodata Mustofa Bisri:
  • Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri (sering disapa Gus Mus) lahir pada anggal 10 Agustus 1944 di Rembang. Ia adalah seorang penyair yang cukup produktif yang sudah menerbitkan banyak buku.
  • Selain menulis puisi, Gus Mus juga menulis cerpen dan esai-esai keagamaan. Budayawan yang satu ini juga merupakan seorang penerjemah yang handal.
  • Gus Mus adalah seorang kiai yang memiliki banyak profesi, termasuk pelukis kaligrafi dan bahkan terlibat dalam dunia politik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.