Puisi: Kepada Penyair (Karya Ajip Rosidi)

Puisi "Kepada Penyair" adalah sebuah seruan yang kuat dan penuh semangat kepada para penyair untuk memegang teguh prinsip kebenaran dan keadilan.
Kepada Penyair

Penyair. Kaulah prajurit terakhir
Yang meski dengan pena patah, mesti menegakkan Kebenaran
Karena dunia
Tak boleh kaubiarkan tenggelam
Dalam lautan fitnah dan taufan pengkhianatan.

Kaulah yang takkan berdiri
Di pihak pemimpin palsu dan penipu. Tak perlu menjilat
Karena kau tak bakal kehilangan pangkat. Tak perlu takut
Karena kau tak nanti membiarkan bangsamu makan rumput.
Kau 'kan
Tegak di depan si kecil yang lapar menggigil.

Kaulah pembela si lemah
Yang tak habis-habisnya diobral dan dijual
Oleh si pembual dari rapat ke rapat. Namun tak pernah
Sekalipun ia teringat: rakyat pun hidup dan mampu melihat
Segala kepalsuan yang hendak ditutupi
Dengan semboyan dan janji.

Penyair! Asah pena, sihirlah
Kebenaran dan Keadilan bagi si kecil
Yang tak pernah jemu berkurban, sabar dan rela
Demi cita-cita yang mulia.

1965

Sumber: Jeram (1970)

Analisis Puisi:

Puisi "Kepada Penyair" karya Ajip Rosidi merupakan sebuah karya yang mengangkat tema besar mengenai peran penyair dalam masyarakat. Melalui puisi ini, Rosidi menekankan pentingnya keberanian dan kebenaran dalam karya sastra, serta tanggung jawab sosial penyair sebagai pelindung dan pembela kebenaran.

Penyair sebagai Prajurit Terakhir

"Penyair. Kaulah prajurit terakhir / Yang meski dengan pena patah, mesti menegakkan Kebenaran"
"Karena dunia / Tak boleh kaubiarkan tenggelam / Dalam lautan fitnah dan taufan pengkhianatan."

Rosidi menggambarkan penyair sebagai "prajurit terakhir" yang memegang peran penting dalam menjaga kebenaran dan keadilan. Meskipun pena penyair mungkin "patah" atau tidak lagi tajam, tugas penyair tetap untuk menegakkan kebenaran dan melawan fitnah serta pengkhianatan. Ini menunjukkan bahwa meskipun penyair menghadapi tantangan, peran mereka dalam masyarakat tetap krusial.

Keberanian dan Integritas Penyair

"Kaulah yang takkan berdiri / Di pihak pemimpin palsu dan penipu. Tak perlu menjilat / Karena kau tak bakal kehilangan pangkat. Tak perlu takut"
"Karena kau tak nanti membiarkan bangsamu makan rumput. Kau 'kan / Tegak di depan si kecil yang lapar menggigil."

Di bagian ini, puisi menegaskan keberanian penyair untuk tidak berpihak pada pemimpin yang tidak jujur atau korup. Penyair tidak perlu khawatir akan kehilangan posisi atau pangkat karena integritasnya, dan dia akan tetap berdiri di samping mereka yang terpinggirkan dan kekurangan. Ini adalah pernyataan kuat tentang keberanian moral dan komitmen penyair terhadap kebenaran.

Pembela Kebenaran dan Keadilan

"Kaulah pembela si lemah / Yang tak habis-habisnya diobral dan dijual / Oleh si pembual dari rapat ke rapat."
"Namun tak pernah / Sekalipun ia teringat: rakyat pun hidup dan mampu melihat / Segala kepalsuan yang hendak ditutupi / Dengan semboyan dan janji."

Puisi ini menyiratkan bahwa penyair adalah pembela bagi yang lemah dan terabaikan, yang sering kali menjadi korban kepalsuan dan janji palsu dari para pemimpin. Rosidi menunjukkan bahwa penyair memiliki tanggung jawab untuk mengungkapkan dan memperjuangkan hak-hak rakyat yang sering kali diabaikan atau dimanipulasi.

Tugas Terakhir Penyair

"Penyair! Asah pena, sihirlah / Kebenaran dan Keadilan bagi si kecil / Yang tak pernah jemu berkurban, sabar dan rela / Demi cita-cita yang mulia."

Di bagian akhir, Rosidi menyerukan kepada penyair untuk terus "mengasah pena" dan menggunakan kekuatan kata-kata mereka untuk menyebarluaskan kebenaran dan keadilan. Penyair diharapkan untuk terus memperjuangkan cita-cita mulia dan menjadi suara bagi mereka yang terus berjuang dan berkorban.

Interpretasi

Puisi "Kepada Penyair" adalah sebuah seruan yang kuat dan penuh semangat kepada para penyair untuk memegang teguh prinsip kebenaran dan keadilan. Dengan menggambarkan penyair sebagai prajurit terakhir dan pembela bagi yang lemah, Rosidi menyoroti peran penting penyair dalam menghadapi ketidakadilan sosial dan politik.

Puisi ini juga merupakan komentar terhadap kondisi masyarakat yang sering kali dipenuhi dengan kepalsuan dan korupsi, serta kritik terhadap pemimpin yang tidak jujur. Dalam konteks ini, Rosidi menegaskan bahwa penyair harus tetap menjadi penjaga moral dan kebenaran, menggunakan kata-kata mereka sebagai alat perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan.

Secara keseluruhan, "Kepada Penyair" menggambarkan komitmen penyair terhadap tanggung jawab sosial mereka dan menekankan pentingnya integritas, keberanian, dan keadilan dalam karya sastra. Puisi ini mengajak para penyair untuk tidak hanya berkarya, tetapi juga untuk terus memperjuangkan kebenaran dan hak-hak rakyat yang terpinggirkan.

Puisi Ajip Rosidi
Puisi: Kepada Penyair
Karya: Ajip Rosidi

Biodata Ajip Rosidi:
  • Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
  • Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
  • Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.