Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Antara Galau Juli (Karya Diah Hadaning)

Puisi “Di Antara Galau Juli” karya Diah Hadaning bercerita tentang seseorang yang merasa kehilangan di tengah kegelisahan perubahan (pembaruan).
Di Antara Galau Juli

Di antara galau pembaruan
seseorang merasa kehilangan
dipanggilnya angin
angin sedang sangat sibuk
meneduhkan jiwa panas
yang nekad kibar bendera
di Irian jauh sana
angin sedang sangat sibuk
redakan hati cadas
Timtim yang hasrat lepas.

Ia bicara pada sang aku
beras kuning telah disebar
bunga rampai telah ditabur
ayam tumbal telah ditanam
adakah yang salah, Hyang?
ada bara dalam sekam!

Bara tak kan pernah padam
jika terus dibungai dendam
jika langkah simpang arah
jika kata simpang nada.

Di langit matahari menyala
gegaslah menata!

Juli, 1998

Analisis Puisi:

Puisi "Di Antara Galau Juli" karya Diah Hadaning merupakan sebuah karya yang tidak hanya bersifat kontemplatif, namun juga sarat dengan makna politis dan spiritual. Dengan diksi yang padat, penyair menghadirkan suasana krisis nasional yang meresahkan, diselimuti oleh galau identitas, konflik sosial-politik, serta doa-doa yang seolah menggantung tak bersambut. Sebagai penyair yang sering menyuarakan isu kemanusiaan dan keadilan, Diah Hadaning melalui puisi ini seolah ingin menyuarakan jeritan nurani bangsa yang terluka oleh konflik, perpecahan, dan keterasingan dari nilai-nilai luhur.

Tema

Puisi ini mengangkat tema tentang konflik kemanusiaan dan perpecahan bangsa, dengan latar belakang politik Indonesia yang kompleks, khususnya yang berkaitan dengan daerah-daerah seperti Irian Jaya (Papua) dan Timor Timur (Timtim). Di dalamnya juga tersirat tema tentang pencarian makna, kekecewaan pada ketidakadilan, dan kerinduan terhadap harmoni. Ini adalah seruan lirih sekaligus peringatan akan rapuhnya persatuan jika ditunggangi dendam dan keserakahan.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang merasa kehilangan di tengah kegelisahan perubahan (pembaruan). Ia seolah sedang mencari keadilan, kesejukan, dan kedamaian dalam kehidupan bangsa yang sedang dilanda konflik. Ia memanggil “angin”—simbol dari harapan atau kekuatan alam untuk menenangkan, namun angin pun sedang sibuk meneduhkan gejolak di berbagai tempat: di Irian dan Timtim, yang saat puisi ini ditulis, sedang mengalami konflik separatis atau gejolak politik.

Lebih jauh, puisi ini menggambarkan seorang tokoh lirih yang melakukan ritual atau doa spiritual — menabur beras kuning, bunga rampai, menanam tumbal ayam — semua bentuk ikhtiar metafisik dalam budaya Indonesia. Namun, hasilnya nihil karena masih ada “bara dalam sekam”—simbol dari dendam atau konflik yang terus membara di bawah permukaan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa rekonsiliasi atau perdamaian tidak akan pernah benar-benar terwujud jika yang mendasarinya masih penuh dendam, kebohongan, dan simpang arah. Simbol-simbol spiritual dalam bait puisi seolah menyiratkan bahwa ritual lahiriah saja tak cukup. Dibutuhkan kejujuran, keikhlasan, dan langkah yang searah agar bara tidak membakar seluruh tatanan.

Selain itu, puisi ini juga mengkritik secara halus bagaimana persoalan bangsa sering diselesaikan secara permukaan saja, padahal di dalamnya masih menyimpan bara konflik yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah galau, resah, dan penuh ketegangan emosional, tapi juga spiritual. Ada perpaduan antara rasa kehilangan, kekecewaan, kemarahan tersembunyi, dan harapan untuk perubahan. Penyair berhasil membungkus gejolak sosial-politik dengan suasana batin yang mencekam namun tetap liris.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan moral atau amanat puisi ini adalah bahwa kedamaian tidak bisa dicapai hanya dengan simbol, ritual, atau formalitas. Harus ada ketulusan dan arah yang benar dalam bertindak. Bila dendam dan kekacauan dibiarkan berakar, maka bara akan terus membakar. Dalam situasi semacam itu, penyair menyerukan: "Gegaslah menata!"—sebuah ajakan untuk segera memperbaiki, merapikan, dan menyembuhkan luka-luka bangsa sebelum semuanya terlambat.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji sosial dan spiritual yang menyentuh. Beberapa di antaranya:
  • "dipanggilnya angin" → imaji harapan akan ketenangan dan penyelamatan.
  • "meneduhkan jiwa panas", "redakan hati cadas" → menggambarkan ketegangan emosional di daerah-daerah konflik.
  • "beras kuning telah disebar / bunga rampai telah ditabur / ayam tumbal telah ditanam" → imaji spiritual yang kuat, mengacu pada tradisi persembahan atau ritual tolak bala dalam budaya Nusantara.
  • "bara dalam sekam" → simbol kuat tentang konflik tersembunyi yang belum usai.
  • "langit matahari menyala" → menandakan urgensi dan krisis yang membara.
Imaji yang ditampilkan dalam puisi ini tidak sekadar membangun suasana, tapi juga memperkuat simbolisme dan perenungan terhadap kondisi bangsa.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:

Personifikasi:
  • “angin sedang sangat sibuk” → memberikan sifat manusia kepada angin, seolah angin bisa bekerja, menenangkan, dan berpindah tempat.
Metafora:
  • “bara dalam sekam” → metafora tentang konflik tersembunyi yang belum padam, sering digunakan untuk menggambarkan situasi politik atau sosial yang berpotensi meledak.
  • “kata simpang nada” → menyiratkan adanya disonansi atau perbedaan persepsi yang menimbulkan disharmoni.
Repetisi:
  • Pengulangan frasa “angin sedang sangat sibuk” memperkuat kesan bahwa harapan untuk kedamaian sedang tertunda atau sulit diakses.
Puisi “Di Antara Galau Juli” karya Diah Hadaning adalah karya reflektif yang menyuarakan keresahan terhadap konflik dan luka sosial-politik bangsa. Dalam balutan simbol dan metafora budaya, penyair menyuarakan jeritan hati rakyat kecil yang ingin kedamaian, namun realitas justru menyajikan galau dan bara dendam yang tak kunjung padam.

Puisi ini mengajak pembaca untuk memahami bahwa perdamaian sejati lahir bukan dari simbol, ritual, atau propaganda, tetapi dari kesadaran dan tindakan nyata yang jujur dan selaras. Dengan menampilkan imaji yang kuat, majas yang padat makna, dan suasana batin yang menggugah, puisi ini tetap relevan dibaca dalam konteks apapun yang berkaitan dengan ketimpangan, ketidakadilan, dan harapan untuk Indonesia yang lebih damai dan adil.

"Puisi: Di antara Galau Juli (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Di Antara Galau Juli
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.