Puisi: Di Antara Ruang dan Raung (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Di Antara Ruang dan Raung" karya Diah Hadaning menggambarkan sebuah dunia yang penuh dengan penderitaan, kekerasan, dan konflik batin, namun ..
Di Antara Ruang dan Raung

Musim meruang
anak manusia meraung
sihir mesiu menggiring picu
sihir darah menggiring cacah
dajal menabur ajal
rejam menabur dendam
karma bergulir
di kota dan kampung pinggir
di antara ruang
jiwa-jiwa meraung
kota meregang
jiwa hilang kidung
aku masih mencari Tangan-Mu
dekaplah berwindu-windu
jadikan aku bunga putih
yang harumi musim-musim
ubah sihir mesiu jadi bisu
ubah sihir petir jadi cair
dalam Kasih-Mu segalaku mengalir
menjadi arus
tahan gerus.

Jakarta, Mei 2000

Analisis Puisi:

Puisi "Di Antara Ruang dan Raung" karya Diah Hadaning menggambarkan sebuah ketegangan batin yang mendalam serta perenungan mengenai kekerasan, peperangan, dan pencarian ketenangan dalam Tuhan. Dengan menggunakan simbolisme yang kuat dan metafora yang berlapis, puisi ini membahas tentang dunia yang penuh dengan penderitaan, pertempuran batin, dan pencarian untuk pemulihan.

Konflik Dunia dan Raungan Jiwa

Pada awal puisi, penulis memulai dengan gambaran yang kuat dan dramatis, "Musim meruang, anak manusia meraung". Musim meruang bisa diartikan sebagai perubahan atau kondisi dunia yang berubah menjadi penuh kekacauan. Di sini, musim bukan hanya sekadar waktu dalam setahun, tetapi lebih sebagai sebuah simbol perubahan besar dalam masyarakat atau kehidupan manusia, yang penuh dengan kekerasan dan kehancuran.

Anak manusia meraung melambangkan penderitaan yang dihadapi oleh umat manusia dalam dunia yang terjerat dalam pertempuran dan kekerasan. Kalimat ini menggambarkan jeritan batin mereka yang terperangkap dalam keadaan dunia yang penuh dengan penderitaan. Ada suara yang tersisa dari raungan tersebut, namun ia seakan hilang atau tenggelam oleh kebisingan kekerasan yang ada.

Kekerasan, Dendam, dan Karma

Selanjutnya, Diah Hadaning memasukkan unsur-unsur kekerasan dan kemarahan dalam gambaran puisi ini, "sihir mesiu menggiring picu, sihir darah menggiring cacah". Di sini, sihir mesiu merujuk pada kekuatan senjata api dan perang, yang menggiring picu untuk menghancurkan. Sihir darah, di sisi lain, mengacu pada darah yang tertumpah dalam pertempuran atau kekerasan yang melibatkan pengorbanan nyawa manusia.

Penulis juga menulis tentang "dajal menabur ajal, rejam menabur dendam", yang melambangkan figur jahat atau kejahatan yang membawa kematian dan penderitaan. Dajjal di sini adalah simbol dari kejahatan atau kekuatan destruktif yang menebar kebencian, sedangkan rejam merujuk pada kekerasan yang penuh dendam. Keduanya menyiratkan bahwa dunia dipenuhi oleh kebencian dan kekerasan, yang seolah-olah tidak ada habisnya.

Karma, sebagai konsep pembalasan yang berputar, diungkapkan dalam puisi ini dengan kalimat "karma bergulir di kota dan kampung pinggir". Diah Hadaning menggambarkan bahwa karma itu hadir di seluruh lapisan masyarakat, baik di kota besar maupun di kampung-kampung terpencil. Karma, meski tampaknya bergerak secara diam-diam, tetap membawa akibat yang harus diterima oleh mereka yang terlibat dalam kekerasan atau kebencian.

Di Antara Ruang: Pencarian Jiwa yang Tenteram

Bagian berikut dari puisi ini berfokus pada pencarian individu akan kedamaian, setelah menggambarkan kekacauan dunia. "Di antara ruang, jiwa-jiwa meraung". Kalimat ini mengarah pada kesendirian dan kehampaan yang dirasakan oleh banyak orang di dunia ini. Ruang di sini mungkin menggambarkan kehidupan yang penuh kekosongan atau keterasingan. Jiwa-jiwa yang meraung adalah gambaran dari orang-orang yang merasa terperangkap dalam konflik batin dan dunia yang penuh penderitaan.

Namun, meskipun dunia penuh dengan kehancuran, ada harapan yang muncul dalam bentuk pencarian Tuhan. "Aku masih mencari Tangan-Mu, dekaplah berwindu-windu". Ini menunjukkan bahwa meskipun dunia penuh dengan konflik dan penderitaan, sang pembicara tetap berusaha mencari kedamaian dalam Tuhan. Tangan Tuhan di sini adalah simbol perlindungan dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh jiwa yang terluka. Frasa "dekaplah berwindu-windu" menunjukkan harapan untuk mendapatkan pelukan kasih yang tak terhingga, yang dapat memberikan ketenangan dalam dunia yang penuh gejolak.

Transformasi Kasih dalam Puisi

Di bagian akhir puisi, penulis menyuarakan harapan akan perubahan dunia melalui kekuatan kasih. "Jadikan aku bunga putih yang harumi musim-musim". Bunga putih dalam puisi ini menjadi simbol kemurnian, kedamaian, dan pengharapan. Dalam dunia yang penuh dengan kekerasan dan kebencian, bunga putih ini berfungsi sebagai pengharapan agar kasih bisa menyebar dan menyembuhkan dunia. "Ubah sihir mesiu jadi bisu, ubah sihir petir jadi cair" adalah harapan untuk mengubah kekerasan dan kehancuran menjadi kedamaian dan pengertian.

Sihir mesiu yang sebelumnya digambarkan sebagai kekuatan yang menghancurkan kini diharapkan menjadi bisu, tidak lagi mengeluarkan suara yang menakutkan atau membunuh. Begitu pula dengan "sihir petir jadi cair", di mana petir yang biasanya menandakan kekuatan yang menghancurkan diubah menjadi air, yang menyegarkan dan menyejukkan. Melalui perubahan ini, dunia diharapkan bisa kembali damai dan penuh kasih sayang.

Di akhir puisi, ada penegasan bahwa dalam kasih Tuhan, segala sesuatu dapat mengalir menjadi arus yang menenangkan, "dalam Kasih-Mu segalaku mengalir, menjadi arus, tahan gerus." Arus di sini menggambarkan kekuatan kasih yang mengalir tanpa henti, mampu mengatasi segala rintangan dan kesulitan. "Tahan gerus" mengarah pada kemampuan kasih untuk bertahan menghadapi segala bentuk tantangan dan kekerasan yang ada.

Puisi "Di Antara Ruang dan Raung" karya Diah Hadaning menggambarkan sebuah dunia yang penuh dengan penderitaan, kekerasan, dan konflik batin, namun tetap menyuarakan harapan akan perubahan melalui kasih dan kedamaian. Dengan menggunakan metafora yang kuat seperti sihir mesiu, karma, dan jiwa-jiwa yang meraung, penulis mengajak pembaca untuk merenung tentang kondisi dunia yang penuh kekerasan, serta pentingnya pencarian akan kedamaian dalam Tuhan.

Puisi ini juga menegaskan bahwa meskipun dunia sering kali dikuasai oleh kebencian dan pertempuran, kasih adalah kekuatan yang bisa mengubah dunia. Sebuah seruan untuk perubahan, untuk mewujudkan dunia yang lebih damai, penuh cinta, dan jauh dari kekerasan, menjadi pesan utama yang ingin disampaikan melalui karya ini.

"Puisi: Di antara Ruang dan Raung (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Di Antara Ruang dan Raung
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.