Puisi: Gereja St. Albertus, Jetis 1974 (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Gereja St. Albertus, Jetis 1974" karya Linus Suryadi AG mengeksplorasi tema kesunyian yang mendalam dan bagaimana pengalaman tersebut ...
Gereja St. Albertus, Jetis 1974

Rumah Tuhan sunyi juga, bertanda salib
pada remang pohon-pohon cemara, menunjuk langit
bagi mata yang daif, bagi jiwa yang papa
bagi kita: jadi tak terkata, duka namanya.

Namun Bulan tiba pula, di atas bangunan tua
pelan mengayunkan langkah di sela-sela mega
jauh yang di sana, lengang dicerlang cuaca
dan dekat pada kita, lambang jarak, sepi sapa.

1974

Sumber: Langit Kelabu (1980)

Analisis Puisi:

Puisi "Gereja St. Albertus, Jetis 1974" karya Linus Suryadi AG mengajak pembaca untuk merenungkan tema kesunyian dan refleksi spiritual dalam konteks sebuah tempat suci. Dengan latar gereja yang sunyi dan simbolisme bulan, puisi ini menawarkan wawasan mendalam tentang keterhubungan antara manusia, tempat ibadah, dan alam semesta.

Kesunyian dan Sakralitas

Puisi dimulai dengan "Rumah Tuhan sunyi juga, bertanda salib". Frasa ini mengantar pembaca ke suasana gereja yang sunyi dan sakral. Penggunaan istilah "Rumah Tuhan" dan "bertanda salib" menegaskan tempat tersebut sebagai ruang spiritual yang penuh makna, namun pada saat yang sama juga menghadapi kesunyian yang mendalam. Salib sebagai simbol iman Kristen menunjukkan kehadiran Tuhan, sementara "sunyi" mencerminkan keterasingan dan ketenangan yang menyelimutinya.

Simbolisme Alam

"Pada remang pohon-pohon cemara, menunjuk langit" menggambarkan suasana gereja yang dikelilingi oleh pohon-pohon cemara, menciptakan kontras antara kekokohan bangunan gereja dan keleluasaan alam sekitar. Pohon cemara, yang sering kali dikaitkan dengan kekuatan dan keteguhan, berfungsi sebagai penghubung visual antara gereja dan langit, memperkuat tema spiritual dan ketenangan.

Selanjutnya, "Bagi mata yang daif, bagi jiwa yang papa, bagi kita: jadi tak terkata, duka namanya" mencerminkan kesadaran akan kondisi manusia yang sering kali merasa terasing atau miskin secara spiritual. Kata "daif" dan "papa" menunjukkan ketidakmampuan atau kekurangan dalam konteks spiritual dan emosional, sementara "duka namanya" menyiratkan bahwa kesunyian dan keterasingan ini sering kali dianggap sebagai beban atau penderitaan.

Kehadiran Bulan dan Konteks Alam

"Namun Bulan tiba pula, di atas bangunan tua" membawa elemen baru ke dalam puisi dengan memperkenalkan bulan sebagai simbol pengetahuan dan refleksi. Bulan yang "tiba" di atas bangunan tua menciptakan kontras dengan kesunyian gereja dan menunjukkan siklus waktu yang terus berjalan. Bulan yang pelan mengayunkan langkah di sela-sela mega menggambarkan pergerakan yang lambat dan halus, yang menambahkan lapisan baru pada pengalaman spiritual dan reflektif di gereja.

"Jauh yang di sana, lengang dicerlang cuaca, dan dekat pada kita, lambang jarak, sepi sapa" menggarisbawahi perbedaan antara kedekatan fisik dan jarak emosional. "Jauh yang di sana" dan "lengang dicerlang cuaca" menggambarkan keterasingan dan jarak, sementara "dekat pada kita" menandakan bahwa meskipun jarak fisik ada, ada hubungan emosional atau spiritual yang lebih mendalam yang mungkin terasa dekat.

Kesunyian dan Refleksi Spiritual

Puisi "Gereja St. Albertus, Jetis 1974" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang menawarkan refleksi mendalam tentang kesunyian, spiritualitas, dan hubungan antara manusia dengan tempat ibadah. Dengan menggunakan simbolisme gereja, salib, dan bulan, puisi ini mengeksplorasi tema kesunyian yang mendalam dan bagaimana pengalaman tersebut berhubungan dengan kondisi spiritual manusia.

Melalui gambar-gambar alam yang kuat dan kontras antara kedekatan fisik dan jarak emosional, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang bagaimana kita menghadapi kesunyian dan bagaimana tempat-tempat suci dapat menjadi ruang untuk refleksi dan pemahaman mendalam. Keseluruhan, puisi ini adalah sebuah perenungan tentang spiritualitas, keterhubungan, dan makna dalam menghadapi kesunyian.

Linus Suryadi AG
Puisi: Gereja St. Albertus, Jetis 1974
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.