Analisis Puisi:
Puisi "Para Penziarah Sejarah" karya Dorothea Rosa Herliany menyajikan sebuah gambaran yang kuat dan emosional tentang kematian, sejarah, dan kondisi kemanusiaan. Dengan bahasa yang puitis namun penuh kekuatan, puisi ini mengeksplorasi tema-tema berat melalui simbolisme dan imageri yang mencolok.
- Bunga-Bunga Berdarah dan Mimpi Kematian: Bagian awal puisi mengungkapkan "bunga-bunga berdarah ditaburkan di atas mimpi kematianku," yang menggambarkan kekerasan dan penderitaan yang melekat pada kematian. Bunga berdarah melambangkan keindahan yang tercemar oleh kekejaman, sedangkan mimpi kematian menunjukkan perenungan mendalam tentang akhir hayat dan penderitaan yang menyertainya.
- Kesamaran dan Ketelanjangan Jiwa: Deskripsi "manusia. segumpal kesamaran tipu daya dan ketelanjangan jiwa" menggambarkan keadaan manusia yang penuh dengan kepura-puraan dan kekosongan batin. Kesamaran dan ketelanjangan jiwa mencerminkan penipuan dan ketidakmampuan untuk menghadapi kebenaran yang mendalam tentang diri sendiri dan eksistensi.
- Hutan Fatamorgana dan Tanah yang Kacau: Penyebutan "hutan fatamorgana" dan "bentangan tanah di bawah putaran musim dan sistem tata surya yang kacau" mengindikasikan ilusi dan kekacauan yang melingkupi realitas manusia. Ini menunjukkan bahwa sejarah dan peradaban sering kali dibangun di atas kebohongan dan ketidakpastian, sementara alam semesta dan waktu juga dipenuhi dengan kekacauan.
- Pertumpahan Darah dan Kesombongan Sejarah: Gambaran tentang "belahan-belahan batu gunung mengalirkan sungai warna merah menuju rumah-rumah belasungkawa" dan "orang-orang berpesta dengan golok dan pedang di tangan" mencerminkan kekerasan dan pertumpahan darah yang terhubung dengan sejarah manusia. Kesombongan sejarah yang "ditulis di atas lontar terbakar" menunjukkan bagaimana narasi sejarah sering kali dilapisi dengan kekerasan dan kepalsuan.
- Bayi dan Ajal Ibu: Deskripsi tentang "seorang bayi menunggu ajal ibu yang menyusuri sela-sela tanah pecah" dan "seorang bayi memeluk ajal ibu yang meringkik bagai kuda tunggang el-maut" menunjukkan penderitaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Bayi yang menunggu ajal ibu dan bayi yang memeluk ajal melambangkan siklus kematian dan kekejaman yang terus menerus, dengan bayi sebagai simbol kemanusiaan yang tak berdaya di tengah kekacauan sejarah.
- Peradaban Gelap dan Ideologi: Frasa "menyusu peradaban gelap dan mati" dan "gambar pertumpahan darah dan papan reklame ideologi" mencerminkan bagaimana ideologi dan kekuatan kekuasaan sering kali menyusui dan membentuk peradaban yang penuh dengan kekerasan dan penderitaan. Ini menunjukkan bahwa sejarah sering kali dipenuhi dengan kebohongan moral dan konflik yang mengancam kemanusiaan.
- Keterasingan dan Pencarian Tuhan: Penutup puisi, yang menyebutkan pencarian Tuhan dan ketidakmampuan untuk menemukannya, menunjukkan rasa keterasingan dan keputusasaan. "Tuhan yang kukenal kucari-cari... tapi aku hanya melihat mereka" mencerminkan ketidakmampuan untuk menemukan makna atau keselamatan di tengah penderitaan manusia dan sejarah yang kelam.
Puisi "Para Penziarah Sejarah" karya Dorothea Rosa Herliany mengeksplorasi tema-tema kematian, sejarah, dan kondisi kemanusiaan dengan bahasa yang puitis dan simbolis. Melalui gambaran yang kuat tentang kekerasan, kesombongan sejarah, dan penderitaan yang diwariskan, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan realitas keras dari eksistensi manusia dan sejarah. Dorothea menggunakan imageri dan simbolisme yang mencolok untuk menyampaikan pesan mendalam tentang kekacauan dan ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi kekejaman dan ketidakpastian sejarah.
Puisi: Para Penziarah Sejarah
Karya: Dorothea Rosa Herliany
Biodata Dorothea Rosa Herliany:
- Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
- Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.